Polemik Ijma' Menurut Sunni-Syiah

Rabu, 28 Juli 2010


Pendahuluan

Polemik perkembangan zaman yang semakin pesat telah menjadikan adanya keterpautan jarak yang jauh antara zaman Rasulullah saww dengan zaman kita dewasa ini. Terdapat berbagai hal yang tidak diberlakukan pada zaman Rasulullah yang berlaku pada zaman kekinian. Maka inilah tantangan yang diberikan dunia kepada Islam atas klaim ke-universal-annya. Islam dituntut untuk menjawab permasalahan tersebut berdasarkan rujukannya.

Maka lahirlah beberapa pendapat-pendapat yang diberikan oleh para ulama/mujtahid untuk menjawab tantangan zaman tersebut. Salah satu pondasi dari pendapat-pendapat tersebut adalah ijma’. Seperti apakah kaidah dari ijma’ itu? Apa dasar dibolehkannya ijma’? bagaimana pendapat bagi para kelompok yang mengatakan bahwa ijma’ bukanlah suatu dalil? Maka artikel ini sedikitnya kana memberikan gambarannya.

Asal-usul Ijma’

Sebagai Negara yang mayoritas penduduknya bermadzhabkan Ahlussunnah, tidak jarang dikatakan bahwa ijma’ begitu mewarnai kehidupan fiqh masyarakat Indonesia. Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya kerap kali menggunakan ijma’ sebagai pondasi. Ijma’ yang berasal dari bahasa arab yang berarti berkumpul ini adalah suatu kesepakatan dengan suara bulat dari para ulama muslim dalam satu pertemuan tentang suatu masalah tertentu yang tidak jelas dalilnya. Keberadaan ijma’ ini seringkali dipertanyakan aoleh beberapa kalangan untuk menyatakan validitasnya. Ijma’ digalakkan dan diperbolehkan menjadi tinjauan dari statement fatwa oleh ulama ahlussunnah dikarenakan adanya hadits Nabi yang mengatakan bahwa:

لا تجتمع أمتى على الخطاء

" Tidak dimungkinkan atas ummatku untuk berkumpul membuat kesalahan”

Dalam rangkaian dalil-dalil tinjauan istinbad hukum ahlussunnah, ijma ditempatkan pada posisi ketiga setelah Al-qur’an dan hadits dengan berdasar pada hadits di atas.

Posisi Ijma’ Menurut Pandangan Ulama

Para mujtahid Imamiyah, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Auziyah, Tsauriyah, thabariyah, Nakha’iyah, Ibn Abi Laila dan masih banyak yang lainnya, mengatakan bahwa ijma’ adalah salah satu sumber dalil syar’i.[1] terlihat bahwa sebenarnya antara ulama ahlussunnah dan syiah tidak memperselisihkan validitas ijma’ sehingga keduanya mengatakan bahwa ijma’ adalah salah satu dalil syar’i.

Hanya saja keduanya memposisikan ijma’ dengan posisi yang berbeda, yakni apakah ijma’ dapat diposisikan sebagai dalil yang independen layaknya Al-qur’an dan hadits, atau hanya sebagai semacam stimulus atau jalan untuk menuju kepada pengungkapan dalil syar’i yang lain? Ulama ahlussunnah mengatakan bahwa ijma’ adalah dalil independen selama tidak bertentang dengan Al-Qur’an dan hadits, dengan tidak mengharuskan bahwa ijma’ harus mengungkap dalil syar’i lainnya.

Sedangkan ulama syiah berpendapat bahwa ijma’ hanya sebagai wasilah atau sarana untuk mengetahui dalil syar’i lainnya, maka dari itu ijma’ dapat dijadikan sebagai rujukan/hujjah. Ijma’ dapat berlaku sebagai dalil independen jikalau ada fatwa imam ma’shum yang membenarkannya. Akan tetapi sebaliknya, gugurlah ijma’ jika imam ma’shum memiliki fatwa yang berbeda dengan ijma’ yang telah dirumuskan tersebut. Wallâhu a’lam bi al-shawâb.



[1] Muhammad Ibrahim Jannati, Fiqih Perbandingan Lima Madzhab (Jakarta: Cahaya, 2007) Hal: 52

print this page Print this page

4 komentar:

just_ichall mengatakan...

wah nice info gan ^^d
ane jadi taw tentang Ijma menurut pandangan suni dan syiah.....^^d

Amri Yasir Mustaqim mengatakan...

:e:

Amri Yasir Mustaqim mengatakan...

:k:

Sami mengatakan...

yurtdışı kargo
resimli magnet
instagram takipçi satın al
yurtdışı kargo
sms onay
dijital kartvizit
dijital kartvizit
https://nobetci-eczane.org/
Y2SA8O

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

 
 
 

Followers