Pendahuluan
Syi'ah, mungkin beberapa golongan sudah banyak yang mengetahuinya sebagai satu madzhab Islam biasa dan sama dengan yang lainnya. Akan tetapi bagi yang tidak mengetahuinya mereka menganggap bahwa syi'ah adalah suatu aliran yang layak dijauhi bagaikan virus dan dirasa sudah menyimpang dari ajaran-ajaran Rasulullah SAWW. Akan tetapi dalam makalah ini kami hanya menjelaskan salah satunya yaitu Syi'ah Imamiyah. Seperti apakah Syi'ah itu? Darimana asal usulnya? Makalah ini berusaha menjelaskan sejelas-jelasnya dengan harapan orang-orang yang tidak mengetahui Syi'ah yang sebenarnya akhirnya dapat mengetahuinya dan menghilangkan klaim buruk mereka terhadap syi'ah.
Asal-usul Syi'ah
Ada beberapa asumsi yang diutarakan oleh para sejarawan Islam dan para pengamat sekte-sekte dalam Islam tentang kelahiran paham syi'ah, antara lain:
1. Ada yang memprediksikan bahwa syi'ah muncul pada hari-hari awal setelah wafatnya Rasulullah SAWW, di mana ada sekelompok sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang menolak berbai'at (menyatakan sumpah setia) kepada Abu Bakar ra dan mereka mendukung Ali as. Di antara mereka adalah Abbas paman Nabi, Fadhl bin Abbas, Zubair bin Awwam, Salman al Farisi, Abu Dzar al Ghifari, Ammar bin Yasir, Al Bara' bin 'Azib dan Ubai bin Ka'ab.
2. Syi'ah lahir pada zaman khalifah ketiga Utsman bin Affan sebagai sebuah konsekuensi logis dari adanya berbagai kejadian dan penyimpangan-penyimpangan di tengah-tengah masyarakat Islam. Pendapat di atas diutarakan oleh ulama' seperti Ibnu Hazm dan beberapa ulama' lain.
3. Syi'ah lahir pada masa kekhalifahan Ali as, di mana situasi dan kondisi sangat mendukung munculnya paham tersebut. Kecenderungan pendapat di atas diutarakan oleh Ibnu Nadim dalam kitab fahrasat hal 223. Ada yang mengatakan tepatnya lahir pada masa Perang Shiffin yang dikatakan oleh Abdul Aziz ad Dauri dalam Ahdats at Tarikh al Islami juz 1 hal 360.
Sayyid Muhammad Bagir ash-Shadr menyebutkan adanya kecenderungan di atas, beliau berkata,"Dan yang mengembalikan kelahiran fenomena Syi'ahisme kepada masa khalifah Imam Ali as dan kondisi sosiopolitis di atas pentas peristiwa yang dilahirkan oleh masa itu.
4. Ada yang beranggapan bahwa syi'ah muncul sebagai akibat dari kondisi yang dimunculkan peristiwa Karbala'. Dan berbagai perkembangan di dalam masyarakat Islam ketika itu.
5. Syi'ah lahir pada masa Imam Ja'far ash-Shadiq yaitu imam keenam kaum syi'ah seperti yang dikatakan oleh Doktor Muhammad Amarah dalam kitab Al Islam wa Falsafatul Hukmi hal 158.
6. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa aliran syi'ah memiliki keterkaitan dengan akar-akar non-Islam. Yaitu aliran ini dianggap lahir dari seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba'. Padahal kalau kita hendak rujuk lagi, seorang yang bernama Abdullah bin Saba' adalah fiktif belaka. Para ahli sejarah seperti Al Syahrastani, At Thabari mengambil sebuah rujukan hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi bernama Saif bin Umar tentang klaim tersebut. Para muhaddisin sepakat bahwa Saif bin Umar merupakan seorang yang sering berbohong. Oleh karena itu asumsi ini kita coret dan tidak perlu kita bahas.
Syi'ah Yang Sebenarnya
Syiah berasal dari kata kerja dasar شيح (syaya'a) yang akar katanya adalah مشيعة (musyaya'ah) yaitu ketaatan dan mengikuti. Secara linguistik syi'ah berarti mendukung, membela dan menolong. Sedangkan secara terminologi Syi'ah berarti pembela imam Ali bin Abi Thalib as dan ahlulbait, pecinta beliau dan meyakini kepemimpinannya sampai pada imam Mahdi as.
Asy-Syahrastani dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal mengatakan "Syi'ah adalah mereka yang mendukung Ali dan meyakini imamah dan khilafah beliau yang berdasarkan nas dan wasiat dan mereka meyakini bahwa imamah tidak akan keluar dari anak cucu (keturunan) Ali, dan kalaupun keluar maka itu dikarenakan adanya kezaliman dari pihak lain."
Abu Zuhrah berkata , "Pilar madzhab syi'ah ialah apa yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya, bahwa imamah bukanlah urusan maslahat umum yang dapat diserahkan kepada pandangan umat, maka tidak benar bahwa nabi teledor dan menyerahkan hal itu begitu saja kepada umat. Akan tetapi beliau wajib menunjuk pemimpin untuk umat karena ada 3 alasan, Dan imam itu ma'shum dari dosa besar maupun dosa kecil. Syi'ah sepakat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang dipilih nabi sepeninggalnya dan beliau adalah sahabat yang paling mulia". Yang pasti esensi Syiahisme adalah meyakini kepemimpinan Ali dan keturunan beliau as berdasarkan nas penunjukan yang mereka yakini keberadaannya. Konsekuensi dari hal itu ialah:
A. Karena imamah lahir dari penunjukan (melalui nas), maka ia adalah kelanjutan dari fungsi kenabian dan meniscayakan adanya kesamaan dengan kenabian kecuali dalam hal penerimaan wahyu, sebab wahyu khusus untuk para nabi.
B. Imamah tidak dapat ditegakkan dengan pemilihan umat, ia hanya dapat ditegakkan dengan nas penunjukan oleh Allah SWT melalui Nabi-Nya. Nabi SAWW menunjuk imam tersebut berdasarkan adanya kelayakan yang tidak ada pada yang lainnya dan bukan semata-mata karena kekerabatan.
Masalah Akidah
Berbicara mengenai akidahnya, Syi'ah mempercayai lima sumber akidahnya yang akidahnya tersebut menjadi ciri khas tersendiri, yaitu Tauhid, Keadilan (Al Adl al Ilahi), Kenabian (nubuwwah), Kepemimpinan (Imamah) dan Kebangkitan (Ma'ad). Kelima akidah ini merupakan prinsip pokok agama (Ushuluddin). Dalam makalah ini satu persatu dari prinsip pokok agama madzhab syi'ah tersebut akan dibahas.
Tauhid
Membahas tauhid yang dianut syi'ah, syi'ah menganut tauhid sifati dan tauhid af'ali. Dalam seputar sifat-sifat Allah syi'ah berpihak pada tauhid sifati, dan dalam mengenai perbuatan manusia, syi'ah berada di pihak tauhid af'ali. Konsepsi tauhid sifati mu'tazilah sinonim dengan konsepsi tak adanya semua sifat pada zat Allah. Namun konsepsi tauhid sifati syi'ah bermakna bahwa sifat-sifat Allah sama dengan zat Allah.
Sedangkan membahas masalah tauhid af'ali, konsepsi tauhid af'ali asy'ari bermakna bahwa dalam skema alam semesta makhluk ada konsekuensinya, dan segala sesuatu langsung ditentukan begini-begitunya oleh Allah. Konsepsi tauhid af'ali syi'ah mengandung arti bahwa sistem sebab akibat adalah riil, sedangkan setiap akibat mesti ditentukan atau bergantung pada sebab terdekatnya, juga ditentukan atau bergantung pada Tuhan. Dua bentuk kebergantungan ini kerjanya tidak dalam garis sejajar namun dalam rangkaian.
Keadilan Ilahi
Akidah keadilan Ilahi dianut baik oleh Syi'ah maupun mu'tazilah. Arti keadilan Ilahi adalah bahwa Allah melimpahkan rahmat-Nya dan juga memberikan cobaan dan mengenakan hukuman menurut apa yang pada hakikatnya patut diterima makhluk-Nya. Syi'ah dan mu'tazilah sendiri bukan berarti membatasi kekuasaan Allah, akan tetapi mereka cuma berpegang pada ayat لا يكلف الله نفسا الا وسعها (la yukallifullahu nafsan illa wus'aha).
Perkara kehendak bebas, syi'ah tidak berpegang pada dua akidah, mu'tazilah yang tafwidh dan asy'ari yang jabr, seperti makna ucapan masyhur yang diucapkan oleh para imam ma'shumnya: "La jabra wa la tafwidha bal amrun bainal amrain." Yang artinya tak ada jabr dan tak ada tafwidh namun yang ada adalah antara dua alternatif itu yakni segala sesuatu yang terjadi pada manusia terjadi atas adanya usaha manusia tersebut akan tetapi hal tersebut tidak lepas dari keridhoan Allah.
Mungkin akan ada pertanyaan, mengapa sifat adil Allah dipilih menjadi salah satu akidah bagi kaum syi'ah? Hal itu terjadi karena untuk menanggapi sekelompok kecil masyarakat kaum asy'ariyah yang tidak beranggapan bahwa Allah tidak bersifat adil. Mereka berkata bahwa apapun yang dilakukan dan dikehendaki Allah adalah adil, sekalipun menurut akal serta pengetahuan kita itu buruk dan tercela.
Berdasarkan pikiran yang logis yang dikuatkan ayat-ayat al Quran, bahwasanya segenap perbuatan Allah benar-benar bijaksana dan dilandasi oleh perhitungan yang sangat cermat. Keimanan terhadap keadilan Ilahi sangat berpengaruh kepada manusia, yaitu:
1. Sebagai kontrol terhadap dosa-dosa. Tatkala meyakini bahwa ucapan dan perbuatannya senantiasa berada di bawah pengawasan-Nya, tentu seseorang tidak akan meremehkan perbuatan sekecil apapun. Dirinya yakin betul bahwa kelak segala perbuatan yang pernah dilakukannya akan diganjar.
2. Berprasangka baik, seseorang yang mengimani keadilan Ilahi akan berprasangka baik terhadap sistem yang beroperasi di jagat alam ini. Keyakinan terhadap keadilan Allah meniscayakan akan menjadikan seseorang beranggapan bahwa berbagai kejadian yang pahit menimpanya adalah tak lain dari sesuatu yang menyenangkan. Sehingga orang semacam ini tidak akan getir dan berputus asa.
3. Keimanan terhadap keadilan Ilahi merupakan faktor penggerak timbulnya keadilan dalam konteks kehidupan individu maupun masyarakat. Setiap orang yang meyakini dan mengerti akan makna keadilan Allah, tentu akan mudah menerima keadilan dalam hidupnya baik secara individu maupun sosial.
Kenabian
Dalam membahas masalah kenabian, ada perbedaan yang mencolok antara Alhussunnah dengan Syiah. Syiah meyakini bahwa seorang nabi sepenuhnya mutlak ma’shum, sedangkan Ahlussunnah menyatakan bahwa seorang nabi ma’shum hanya dalam pencapaian penyampaian wahyu. Karena disinyalir dalam Al-Qur’ân terdapat ayat-ayat yang menjelaskan bahwa para nabi memiliki kesalahan, seperti ayat yang menjelaskan Nabi Adam yang diusir oleh Allah karena memakan Buah Khuldi dan ayat pada surah ‘Abasa yang menisbatkan Rasul bermuka masam.
Mengkritisi hal ini, Syiah tetap meyakini bahwa seorang nabi mutlak ma’shum dalam hal apapun. Perkara ayat ‘Abasa dan terusirnya Nabi Adam adalah merupakan suau tindakan yang sama sekali tidak terkait atas tindakan yang bersifat syari’at, yang jika mematuhinya maka mendapatkan pahala dan mengingkarinya akan meperoleh dosa.
Imamah
Inilah yang menjadi ciri khas madzhab syi'ah, mereka meyakini kepemimpinan para imam yang berasal dari keturunan Ali dan Fatimah putri Rasulullah SAWW. Mereka meyakini bahwa mereka semua bersih dari perbuatan dosa. Lalu bagaimana dengan masalah bahwa Ali telah dianggap kafir oleh khawarij? Mereka menganggap Ali telah kafir karena telah menyetujui tahkim yang diajukan oleh Mu'awiyah. Sebenarnya hal itu terjadi karena atas desakan kaum muslim lain yang percaya pada khilah Mu'awiyah. Dan selayaknya imam Ali as tidak dapat dihukumi kafir, karena tuntutan sebagai pemimpin perang yang harus bersikap bijaksana terhadap pasukannya dan juga demi kemaslahatan umat.
Ma'ad
Berbicara mengenai ma'ad, tidak ada perbedaan dalam pengertiannya. Semua madzhab mempercayainya sebagai salah satu akidahnya. Lain halnya dengan mu'tazilah, syi'ah meyakini adanya siksa kubur sama seperti asy'ari.
Dalil Kepemimpinan Ahlulbait
Nas yang secara langsung menerangkan hak Ahlulbait as dalam imamah setelah Rasulullah SAWW dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok:
1) Nas yang menjelaskan dengan redaksi wilayah dan semisalnya
2) Nas yang menjelaskan dengan redaksi al khilafah dan semisalnya
3) Nas yang menjelaskan dengan redaksi al imamah dan semisalnya
4) Nas yang menjelaskan dengan redaksi al washiyah dan semisalnya
5) Nas yang menjelaskan dengan redaksi al wiratsah dan semisalnya
Nas kelompok pertama
Nas pertama: ayat الولاية (al wilayah)
Nas kedua: hadis الغدير (al ghadir)
Hadis ini sudah tidak diragukan lagi kemutawatirannya, dan diriwayatkan oleh berbagai versi seperti oleh Imam Ahmad dari Bara' bin Azib, ia berkata:
"Kami bersama rasulullah dalam sebuah perjalanan setelah selesai melaksanakan haji wada', kemudian diumumkannya agar para jammaah berkumpul dan halaman dua puhon besar disapu, dan melaksanakan shalat dzuhur di sana, setelah itu beliau mengangkat tangan Ali ra. sambil berkata, "Bukankah kalian telah mengetahui bahwa sesungguhnya aku lebih berhak atas orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri? Mereka menjawab, "Benar." beliau melanjutkan, tidakkah kalian mengetahui bahwa sesungguhnya aku lebih berhak atas setiap mukmin lebih dari dirinya sendiri?" Mereka menjawab, "Benar", lalu beliau bersabda:
Bara' juga berkata, "Lalu setelah itu Umar menjumpai Ali dan berkata, "Selamat wahai putra Abu Thalib, engkau telah menjadi pemimpin setiap mukmin dan mukminah.
Nas kelompok kedua
Nas pertama: Ayat الدار يوم الاءنذر (Ad Dar Yauma al Indzar)
Ketika ayat وانذر عشيرتك الاقربين" "turun, Nabi mengumpulkan keluarganya di rumah Abu Thalib dan berdakwah, "wahai bani Abdul Muthalib, sesungguhnya aku datang membawa kebaikan dunia maupun akhirat dan Allah telah memerintahkan aku untuk mengajak kalian kepadanya. Maka siapakah diantara kalian yang sanggup mendukungku maka dengan jaminan ia akan menjadi saudaraku, pengemban wasiatku, dan khalifahku di tengah-tengah kalian."
Lalu semua terdiam kecuali Ali yang pada waktu itu ia merupakan orang yang termuda, ia berkata, " Aku wahai nabi Allah, siap menjadi pendukung anda." Maka Nabi memegang pundak Ali sambil berkata, "Sesungguhnya ia adalah saudaraku, wasiku dan khalifahku setelahku. Maka patuhi dan taati ia."
Kemudian orang-orang menertawakan beliau sambil berkata kepada Abu Thalib, "Ia (Muhammad) telah memerintahkanmu untuk patuh dan taat kepada putramu."
Kisah di atas telah diriwayatkan oleh banyak kalangan ulama ahlussunnah dalam buku-buku mereka. Begitu pula sejarahwan dan ahli tafsir. Kesimpulannya kisah di atas telah diakui oleh banyak ulama.
Nas kelompok ketiga
Nas pertama: hadis Ali Imamul Muttaqin
Al Hakim meriwayatkan dari Abdillah bin As'ad bin Zurarah dari ayahnya bahwa Rasulullah bersabda:
Selain Al Hakim hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu'jam Shaghir (2/88), Ibnu al Maghazili dalam Manaqib-nya (hal 65 dan 104), al Kawarizmi dalam Manaqib-nya (hal 235) dan masih banyak yang lain.
Nas kedua: riwayat Al Kunji asy Syafi'i
Al Kunji asy Syafi'i berkata dalam Kifayah Ath Thalib meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah SAWW bersabda:
"Barang siapa ingin hidup seperti hidupku dan mati seperti matiku dan menempati surga 'adn yang ditanam (pohon-pohonnya) oleh tuhanku maka hendaknya ia ber-wilayah kepada Ali dan walinya (pelanjutnya), dan hendaknya mengikuti para imam dari putra-putra Ali sepeninggalnya, mereka adalah 'itrah (ahlulbait)-ku..."
Nas kelompok keempat
Banyak sekali nas-nas tentang masalah washiyah ini telah disebutkan dalam literatur ahlussunnah seperti yang disebutkan di bawah ini:
Nas kelompok kelima
Imam Ali as. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang aku warisi darimu?
Beliau SAWW. menjawab, "Apa yang diwariskan oleh para nabi sebelumku, kitab tuhan mereka dan sunnah nabi mereka."
Dan masih banyak dalil-dalil lain seperti ayat at Tathir (surat al Ahzab ayat 33), ayat al Mawaddah (surat asy Syura' ayat 23) hadis manzilah (yang menerangkan kedudukan Ali kepada Rasulullah seperti kedudukan Harun di sisi Musa), hadis safinah (yang menerangkan keutamaan Ahlulbait laksana bahtera perahu Nabi Nuh).
Seperti itulah dalil-dalil yang diperuntukkan Ahlul Bait, beberapa orang berusaha menafikan dan melemahkan dalil-dalil tersebut dengan segala khilah (tipu daya) yang mereka karang.
Print this page
Syi'ah, mungkin beberapa golongan sudah banyak yang mengetahuinya sebagai satu madzhab Islam biasa dan sama dengan yang lainnya. Akan tetapi bagi yang tidak mengetahuinya mereka menganggap bahwa syi'ah adalah suatu aliran yang layak dijauhi bagaikan virus dan dirasa sudah menyimpang dari ajaran-ajaran Rasulullah SAWW. Akan tetapi dalam makalah ini kami hanya menjelaskan salah satunya yaitu Syi'ah Imamiyah. Seperti apakah Syi'ah itu? Darimana asal usulnya? Makalah ini berusaha menjelaskan sejelas-jelasnya dengan harapan orang-orang yang tidak mengetahui Syi'ah yang sebenarnya akhirnya dapat mengetahuinya dan menghilangkan klaim buruk mereka terhadap syi'ah.
Asal-usul Syi'ah
Ada beberapa asumsi yang diutarakan oleh para sejarawan Islam dan para pengamat sekte-sekte dalam Islam tentang kelahiran paham syi'ah, antara lain:
1. Ada yang memprediksikan bahwa syi'ah muncul pada hari-hari awal setelah wafatnya Rasulullah SAWW, di mana ada sekelompok sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang menolak berbai'at (menyatakan sumpah setia) kepada Abu Bakar ra dan mereka mendukung Ali as. Di antara mereka adalah Abbas paman Nabi, Fadhl bin Abbas, Zubair bin Awwam, Salman al Farisi, Abu Dzar al Ghifari, Ammar bin Yasir, Al Bara' bin 'Azib dan Ubai bin Ka'ab.
2. Syi'ah lahir pada zaman khalifah ketiga Utsman bin Affan sebagai sebuah konsekuensi logis dari adanya berbagai kejadian dan penyimpangan-penyimpangan di tengah-tengah masyarakat Islam. Pendapat di atas diutarakan oleh ulama' seperti Ibnu Hazm dan beberapa ulama' lain.
3. Syi'ah lahir pada masa kekhalifahan Ali as, di mana situasi dan kondisi sangat mendukung munculnya paham tersebut. Kecenderungan pendapat di atas diutarakan oleh Ibnu Nadim dalam kitab fahrasat hal 223. Ada yang mengatakan tepatnya lahir pada masa Perang Shiffin yang dikatakan oleh Abdul Aziz ad Dauri dalam Ahdats at Tarikh al Islami juz 1 hal 360.
Sayyid Muhammad Bagir ash-Shadr menyebutkan adanya kecenderungan di atas, beliau berkata,"Dan yang mengembalikan kelahiran fenomena Syi'ahisme kepada masa khalifah Imam Ali as dan kondisi sosiopolitis di atas pentas peristiwa yang dilahirkan oleh masa itu.
4. Ada yang beranggapan bahwa syi'ah muncul sebagai akibat dari kondisi yang dimunculkan peristiwa Karbala'. Dan berbagai perkembangan di dalam masyarakat Islam ketika itu.
5. Syi'ah lahir pada masa Imam Ja'far ash-Shadiq yaitu imam keenam kaum syi'ah seperti yang dikatakan oleh Doktor Muhammad Amarah dalam kitab Al Islam wa Falsafatul Hukmi hal 158.
6. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa aliran syi'ah memiliki keterkaitan dengan akar-akar non-Islam. Yaitu aliran ini dianggap lahir dari seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba'. Padahal kalau kita hendak rujuk lagi, seorang yang bernama Abdullah bin Saba' adalah fiktif belaka. Para ahli sejarah seperti Al Syahrastani, At Thabari mengambil sebuah rujukan hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi bernama Saif bin Umar tentang klaim tersebut. Para muhaddisin sepakat bahwa Saif bin Umar merupakan seorang yang sering berbohong. Oleh karena itu asumsi ini kita coret dan tidak perlu kita bahas.
Syi'ah Yang Sebenarnya
Syiah berasal dari kata kerja dasar شيح (syaya'a) yang akar katanya adalah مشيعة (musyaya'ah) yaitu ketaatan dan mengikuti. Secara linguistik syi'ah berarti mendukung, membela dan menolong. Sedangkan secara terminologi Syi'ah berarti pembela imam Ali bin Abi Thalib as dan ahlulbait, pecinta beliau dan meyakini kepemimpinannya sampai pada imam Mahdi as.
Asy-Syahrastani dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal mengatakan "Syi'ah adalah mereka yang mendukung Ali dan meyakini imamah dan khilafah beliau yang berdasarkan nas dan wasiat dan mereka meyakini bahwa imamah tidak akan keluar dari anak cucu (keturunan) Ali, dan kalaupun keluar maka itu dikarenakan adanya kezaliman dari pihak lain."
Abu Zuhrah berkata , "Pilar madzhab syi'ah ialah apa yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya, bahwa imamah bukanlah urusan maslahat umum yang dapat diserahkan kepada pandangan umat, maka tidak benar bahwa nabi teledor dan menyerahkan hal itu begitu saja kepada umat. Akan tetapi beliau wajib menunjuk pemimpin untuk umat karena ada 3 alasan, Dan imam itu ma'shum dari dosa besar maupun dosa kecil. Syi'ah sepakat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang dipilih nabi sepeninggalnya dan beliau adalah sahabat yang paling mulia". Yang pasti esensi Syiahisme adalah meyakini kepemimpinan Ali dan keturunan beliau as berdasarkan nas penunjukan yang mereka yakini keberadaannya. Konsekuensi dari hal itu ialah:
A. Karena imamah lahir dari penunjukan (melalui nas), maka ia adalah kelanjutan dari fungsi kenabian dan meniscayakan adanya kesamaan dengan kenabian kecuali dalam hal penerimaan wahyu, sebab wahyu khusus untuk para nabi.
B. Imamah tidak dapat ditegakkan dengan pemilihan umat, ia hanya dapat ditegakkan dengan nas penunjukan oleh Allah SWT melalui Nabi-Nya. Nabi SAWW menunjuk imam tersebut berdasarkan adanya kelayakan yang tidak ada pada yang lainnya dan bukan semata-mata karena kekerabatan.
Masalah Akidah
Berbicara mengenai akidahnya, Syi'ah mempercayai lima sumber akidahnya yang akidahnya tersebut menjadi ciri khas tersendiri, yaitu Tauhid, Keadilan (Al Adl al Ilahi), Kenabian (nubuwwah), Kepemimpinan (Imamah) dan Kebangkitan (Ma'ad). Kelima akidah ini merupakan prinsip pokok agama (Ushuluddin). Dalam makalah ini satu persatu dari prinsip pokok agama madzhab syi'ah tersebut akan dibahas.
Tauhid
Membahas tauhid yang dianut syi'ah, syi'ah menganut tauhid sifati dan tauhid af'ali. Dalam seputar sifat-sifat Allah syi'ah berpihak pada tauhid sifati, dan dalam mengenai perbuatan manusia, syi'ah berada di pihak tauhid af'ali. Konsepsi tauhid sifati mu'tazilah sinonim dengan konsepsi tak adanya semua sifat pada zat Allah. Namun konsepsi tauhid sifati syi'ah bermakna bahwa sifat-sifat Allah sama dengan zat Allah.
Sedangkan membahas masalah tauhid af'ali, konsepsi tauhid af'ali asy'ari bermakna bahwa dalam skema alam semesta makhluk ada konsekuensinya, dan segala sesuatu langsung ditentukan begini-begitunya oleh Allah. Konsepsi tauhid af'ali syi'ah mengandung arti bahwa sistem sebab akibat adalah riil, sedangkan setiap akibat mesti ditentukan atau bergantung pada sebab terdekatnya, juga ditentukan atau bergantung pada Tuhan. Dua bentuk kebergantungan ini kerjanya tidak dalam garis sejajar namun dalam rangkaian.
Keadilan Ilahi
Akidah keadilan Ilahi dianut baik oleh Syi'ah maupun mu'tazilah. Arti keadilan Ilahi adalah bahwa Allah melimpahkan rahmat-Nya dan juga memberikan cobaan dan mengenakan hukuman menurut apa yang pada hakikatnya patut diterima makhluk-Nya. Syi'ah dan mu'tazilah sendiri bukan berarti membatasi kekuasaan Allah, akan tetapi mereka cuma berpegang pada ayat لا يكلف الله نفسا الا وسعها (la yukallifullahu nafsan illa wus'aha).
Perkara kehendak bebas, syi'ah tidak berpegang pada dua akidah, mu'tazilah yang tafwidh dan asy'ari yang jabr, seperti makna ucapan masyhur yang diucapkan oleh para imam ma'shumnya: "La jabra wa la tafwidha bal amrun bainal amrain." Yang artinya tak ada jabr dan tak ada tafwidh namun yang ada adalah antara dua alternatif itu yakni segala sesuatu yang terjadi pada manusia terjadi atas adanya usaha manusia tersebut akan tetapi hal tersebut tidak lepas dari keridhoan Allah.
Mungkin akan ada pertanyaan, mengapa sifat adil Allah dipilih menjadi salah satu akidah bagi kaum syi'ah? Hal itu terjadi karena untuk menanggapi sekelompok kecil masyarakat kaum asy'ariyah yang tidak beranggapan bahwa Allah tidak bersifat adil. Mereka berkata bahwa apapun yang dilakukan dan dikehendaki Allah adalah adil, sekalipun menurut akal serta pengetahuan kita itu buruk dan tercela.
Berdasarkan pikiran yang logis yang dikuatkan ayat-ayat al Quran, bahwasanya segenap perbuatan Allah benar-benar bijaksana dan dilandasi oleh perhitungan yang sangat cermat. Keimanan terhadap keadilan Ilahi sangat berpengaruh kepada manusia, yaitu:
1. Sebagai kontrol terhadap dosa-dosa. Tatkala meyakini bahwa ucapan dan perbuatannya senantiasa berada di bawah pengawasan-Nya, tentu seseorang tidak akan meremehkan perbuatan sekecil apapun. Dirinya yakin betul bahwa kelak segala perbuatan yang pernah dilakukannya akan diganjar.
2. Berprasangka baik, seseorang yang mengimani keadilan Ilahi akan berprasangka baik terhadap sistem yang beroperasi di jagat alam ini. Keyakinan terhadap keadilan Allah meniscayakan akan menjadikan seseorang beranggapan bahwa berbagai kejadian yang pahit menimpanya adalah tak lain dari sesuatu yang menyenangkan. Sehingga orang semacam ini tidak akan getir dan berputus asa.
3. Keimanan terhadap keadilan Ilahi merupakan faktor penggerak timbulnya keadilan dalam konteks kehidupan individu maupun masyarakat. Setiap orang yang meyakini dan mengerti akan makna keadilan Allah, tentu akan mudah menerima keadilan dalam hidupnya baik secara individu maupun sosial.
Kenabian
Dalam membahas masalah kenabian, ada perbedaan yang mencolok antara Alhussunnah dengan Syiah. Syiah meyakini bahwa seorang nabi sepenuhnya mutlak ma’shum, sedangkan Ahlussunnah menyatakan bahwa seorang nabi ma’shum hanya dalam pencapaian penyampaian wahyu. Karena disinyalir dalam Al-Qur’ân terdapat ayat-ayat yang menjelaskan bahwa para nabi memiliki kesalahan, seperti ayat yang menjelaskan Nabi Adam yang diusir oleh Allah karena memakan Buah Khuldi dan ayat pada surah ‘Abasa yang menisbatkan Rasul bermuka masam.
Mengkritisi hal ini, Syiah tetap meyakini bahwa seorang nabi mutlak ma’shum dalam hal apapun. Perkara ayat ‘Abasa dan terusirnya Nabi Adam adalah merupakan suau tindakan yang sama sekali tidak terkait atas tindakan yang bersifat syari’at, yang jika mematuhinya maka mendapatkan pahala dan mengingkarinya akan meperoleh dosa.
Imamah
Inilah yang menjadi ciri khas madzhab syi'ah, mereka meyakini kepemimpinan para imam yang berasal dari keturunan Ali dan Fatimah putri Rasulullah SAWW. Mereka meyakini bahwa mereka semua bersih dari perbuatan dosa. Lalu bagaimana dengan masalah bahwa Ali telah dianggap kafir oleh khawarij? Mereka menganggap Ali telah kafir karena telah menyetujui tahkim yang diajukan oleh Mu'awiyah. Sebenarnya hal itu terjadi karena atas desakan kaum muslim lain yang percaya pada khilah Mu'awiyah. Dan selayaknya imam Ali as tidak dapat dihukumi kafir, karena tuntutan sebagai pemimpin perang yang harus bersikap bijaksana terhadap pasukannya dan juga demi kemaslahatan umat.
Ma'ad
Berbicara mengenai ma'ad, tidak ada perbedaan dalam pengertiannya. Semua madzhab mempercayainya sebagai salah satu akidahnya. Lain halnya dengan mu'tazilah, syi'ah meyakini adanya siksa kubur sama seperti asy'ari.
Dalil Kepemimpinan Ahlulbait
Nas yang secara langsung menerangkan hak Ahlulbait as dalam imamah setelah Rasulullah SAWW dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok:
1) Nas yang menjelaskan dengan redaksi wilayah dan semisalnya
2) Nas yang menjelaskan dengan redaksi al khilafah dan semisalnya
3) Nas yang menjelaskan dengan redaksi al imamah dan semisalnya
4) Nas yang menjelaskan dengan redaksi al washiyah dan semisalnya
5) Nas yang menjelaskan dengan redaksi al wiratsah dan semisalnya
Nas kelompok pertama
Nas pertama: ayat الولاية (al wilayah)
انماوليكم الله ورسوله والذ ين امنواالذ ين يقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة وهم راكعون
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa ayat surat al Maidah ayat 55 ini turun untuk imam Ali. Diriwayatkan oleh para ulama bahwa Abu Dzar al Ghifari, "suatu hari aku shalat bersama rasulullah SAWW, maka masuklah seorang peminta-minta dan tidak seorangpun ada yang memberinya. Pada saat itu Ali sedang shalat dan dalam keadaan ruku' dan ia memberi isyarat dengan jari manisnya yang bercincin, lalu peminta-minta itu menarik cincin tesebut.Nas kedua: hadis الغدير (al ghadir)
Hadis ini sudah tidak diragukan lagi kemutawatirannya, dan diriwayatkan oleh berbagai versi seperti oleh Imam Ahmad dari Bara' bin Azib, ia berkata:
"Kami bersama rasulullah dalam sebuah perjalanan setelah selesai melaksanakan haji wada', kemudian diumumkannya agar para jammaah berkumpul dan halaman dua puhon besar disapu, dan melaksanakan shalat dzuhur di sana, setelah itu beliau mengangkat tangan Ali ra. sambil berkata, "Bukankah kalian telah mengetahui bahwa sesungguhnya aku lebih berhak atas orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri? Mereka menjawab, "Benar." beliau melanjutkan, tidakkah kalian mengetahui bahwa sesungguhnya aku lebih berhak atas setiap mukmin lebih dari dirinya sendiri?" Mereka menjawab, "Benar", lalu beliau bersabda:
من كنت مولاه فعلي مولاه , اللهم وال من و لاه وعادمن عا داه
"Barang siapa (yang menjadikan) aku sebagai maula (pemimpin)-nya, maka Ali juga sebagai maula-nya. Ya Allah, cintailah yang menjadikannya pemimpin dan musuhi yang memusuhinya."Bara' juga berkata, "Lalu setelah itu Umar menjumpai Ali dan berkata, "Selamat wahai putra Abu Thalib, engkau telah menjadi pemimpin setiap mukmin dan mukminah.
Nas kelompok kedua
Nas pertama: Ayat الدار يوم الاءنذر (Ad Dar Yauma al Indzar)
Ketika ayat وانذر عشيرتك الاقربين" "turun, Nabi mengumpulkan keluarganya di rumah Abu Thalib dan berdakwah, "wahai bani Abdul Muthalib, sesungguhnya aku datang membawa kebaikan dunia maupun akhirat dan Allah telah memerintahkan aku untuk mengajak kalian kepadanya. Maka siapakah diantara kalian yang sanggup mendukungku maka dengan jaminan ia akan menjadi saudaraku, pengemban wasiatku, dan khalifahku di tengah-tengah kalian."
Lalu semua terdiam kecuali Ali yang pada waktu itu ia merupakan orang yang termuda, ia berkata, " Aku wahai nabi Allah, siap menjadi pendukung anda." Maka Nabi memegang pundak Ali sambil berkata, "Sesungguhnya ia adalah saudaraku, wasiku dan khalifahku setelahku. Maka patuhi dan taati ia."
Kemudian orang-orang menertawakan beliau sambil berkata kepada Abu Thalib, "Ia (Muhammad) telah memerintahkanmu untuk patuh dan taat kepada putramu."
Kisah di atas telah diriwayatkan oleh banyak kalangan ulama ahlussunnah dalam buku-buku mereka. Begitu pula sejarahwan dan ahli tafsir. Kesimpulannya kisah di atas telah diakui oleh banyak ulama.
Nas kelompok ketiga
Nas pertama: hadis Ali Imamul Muttaqin
Al Hakim meriwayatkan dari Abdillah bin As'ad bin Zurarah dari ayahnya bahwa Rasulullah bersabda:
اوحي الي فى علي ثلاث : انه سيد المسلمين وامام المتقين,وقائد الغرالمحجلين
"Telah diwahyukan kepadaku tentang Ali tiga perkara sesungguhnya ia adalah penghulu kaum muslim, imam kaum bertakwa dan pemimpin kaum ghurrul muhajjalin (orang-orang yang baik yang datang pada hari kiamat dengan wajah yang berseri-seri)."Selain Al Hakim hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu'jam Shaghir (2/88), Ibnu al Maghazili dalam Manaqib-nya (hal 65 dan 104), al Kawarizmi dalam Manaqib-nya (hal 235) dan masih banyak yang lain.
Nas kedua: riwayat Al Kunji asy Syafi'i
Al Kunji asy Syafi'i berkata dalam Kifayah Ath Thalib meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah SAWW bersabda:
من سره ان يحياحياتي ويموت مماتي ويسكن خنة عدن غرسهاربي فليوال عليا وليوال وليه وليقتد بالائمة من ولده من بعده فانهم عترتي
"Barang siapa ingin hidup seperti hidupku dan mati seperti matiku dan menempati surga 'adn yang ditanam (pohon-pohonnya) oleh tuhanku maka hendaknya ia ber-wilayah kepada Ali dan walinya (pelanjutnya), dan hendaknya mengikuti para imam dari putra-putra Ali sepeninggalnya, mereka adalah 'itrah (ahlulbait)-ku..."
Nas kelompok keempat
Banyak sekali nas-nas tentang masalah washiyah ini telah disebutkan dalam literatur ahlussunnah seperti yang disebutkan di bawah ini:
ان هذااخي وو صيي وخليفتي فيكم فاسمعواله واطيعوا
Rasulullah SAWW. bersabda, "Sesungguhnya ia (Ali) adalah saudaraku, wasi (pengemban wasiat)-ku dan khalifahku diantara kalian. Maka patuhi dan taatilah ia"انا سيد النبيين و علي سيد الوصيين, وان او صيائي بعدي اثناعشر او لهم علي واخرهم القائم المهدي
Rasulullah SAWW. bersabda, "Sesungguhnya aku adalah penghulu para nabi dan Ali penghulu para wasi. Dan sesungguhnya para wasiku sepeninggalku ada dua belas. Yang pertama adalah Ali, dan yang terakhir adalah Al Qaim al Mahdi."انا خاتم الانبياء و انت ياعلي خاتم الاوصياء
Rasulullah SAWW. bersabda, "Aku adalah penutup para nabi dan engkau hai Ali, penutup para wasi."Nas kelompok kelima
لكل نبي و صي ووارث و ان عليا و صيي ووارثي
Rasulullah SAWW .bersabda, "Setiap nabi punya pengemban wasiat dan pewaris. Dan sesungguhnya Ali adalah wasi dan pewarisku."Imam Ali as. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang aku warisi darimu?
Beliau SAWW. menjawab, "Apa yang diwariskan oleh para nabi sebelumku, kitab tuhan mereka dan sunnah nabi mereka."
Dan masih banyak dalil-dalil lain seperti ayat at Tathir (surat al Ahzab ayat 33), ayat al Mawaddah (surat asy Syura' ayat 23) hadis manzilah (yang menerangkan kedudukan Ali kepada Rasulullah seperti kedudukan Harun di sisi Musa), hadis safinah (yang menerangkan keutamaan Ahlulbait laksana bahtera perahu Nabi Nuh).
Seperti itulah dalil-dalil yang diperuntukkan Ahlul Bait, beberapa orang berusaha menafikan dan melemahkan dalil-dalil tersebut dengan segala khilah (tipu daya) yang mereka karang.
0 komentar:
Posting Komentar