Fanatisme

Kamis, 09 Juli 2009


Pendahuluan

Dalam membahas sisi kemanusiaan, khususnya tentang akhlak, maka kita bisa mengkategorikannya menjadi dua, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Berdasarkan fithrah manusia yang mencintai kebenaran maka akhlak terpuji sesederhana apapun wujudnya, keberadaannya dihargai oleh setiap manusia. Sedangkan akhlak tercela sudah pasti ditolak. Berbicara mengenai akhlak tercela, maka beberapa diantaranya juga tergolong atas penyakit hati, seperti bergunjing, munafik dan sombong.

Bagaimana dengan fanatik? Apakah sifat tersebut termasuk kedalam penyakit hati? Saya menggolongkan fanatisme ini sebagai bagian dari penyakit hati, karena akibat yang dibawa dari fanatisme akan membuahkan berbagai macam penyakit hati, dan akan berkembang terus dengan penyakit-penyakit hati lainnya. Misalnya jika hati seseorang telah dikuasai oleh rasa fanatisme, maka segala macam cara akan dilakukannya guna mendukung apa yang sejalan atas yang dianggapnya benar dan yang dijadikan sandaran.

Misalnya berdusta dengan bukti-bukti yang palsu untuk membenarkan anggapannya. Menghina segala sesuatu yang bertolak belakang dengan pilihannya dan berburuk sangka atas selain pilihannya. Fanatisme akan semakin menguasai kepribadian Si Penderita jika semakin digalakkan.

Pada hakikatnya semua orang mengetahui fanatisme. Akan tetapi tidak banyak yang mengetahui bahaya yang diakibatkannya. Fanatisme adalah suatu akhlak tercela yang terkait dengan kekuatan emosi. Cara pandang fanatisme hanya akan menghasilkan pemahaman yang bersifat individual. Cara pandang seperti itu menolak segala sesuatu teori atau metode yang baru dikenal melalui berbagai macam keadaan. Hal ini dikarenakan nafsu-lah atau emosi-lah yang mengendalikannya. Sehingga tabir-tabir kebenaran yang dirasa sejalan dengan hati akan samar dan akan tertutupi oleh satu wilayah atau tempat yang diyakininya saja. Atas bahaya yang diakibatkan oleh fanatisme ini dan juga masyarakat yang hidup disekitar saya yang telah terjangkiti oleh sikap fanatis inilah, membuat saya sebagai penulis menjadi berkeinginan untuk mengkritisi sikap akhlak tercela ini agar teman-teman perkuliahan semester IV diharapkan akan menjadi tahu betapa rendahnya moral yang dikuasai sikap fanatis dan tergugah untuk menjauhinya.

Pengertian

Menurut Imam Khomeinî yang menjangkaunya dalam segi bahasa, fanatisme berasal dari kata bahasa arab yaitu العصبية/Ashabiyyah, Imam Khomeinî menyimpulkan bahwa yang disebut dengan fanatisme/ashabiyyah adalah perilaku bathin yang membela keyakinan yang terikat atas pilihan dirinya, atau jelasnya ketika seseorang melindungi dan membela keluarganya serta membela orang-orang yang memiliki pertalian atau hubungan tertentu dengannya, seperti keyakinan agama, ideologi ataupun tanah air, maka seperti itulah fanatisme.

Sedangkan secara terminologi, Imam ‘Ali as secara eksplisit telah memberikan gambaran pengertian dan tentang akibat/kerugian atas sikap fanatisme bagi pembawanya dalam kata-kata mutiaranya yang dikutip dalam kitab “Al-Imâm alî: al-Mukhtâr min Bayânihi wa Hikâmihi” yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan nama “Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku” seperti di bawah ini:

العقل لم يجن على صاحبه قط والعلم من غير عقل يجني على صاحبه

“Akal tidak akan pernah membahayakan pemiliknya selamanya, sedangkan ilmu tanpa akal akan membahayakan pemiliknya.”

Dalam perkataan di atas, Imam ‘Ali menjelaskan bahwa pengetahuan dan akal harus bergandeng dan tidak tercerai berai. Jika suatu pengetahuan tidak ditopang oleh akal maka tidak akan ada saringan yang akan menentukan apakah baikkah pengetahuan itu atau sebaliknya, burukkah pengetahuan itu. Maka seperti itulah fanatisme. Akan tetapi sebaliknya jika kita menggunakan akal untuk mengidentifikasi atas suatu pengetahuan maka sisi-sisi negatif dan positifnya akan terbuka. Sehingga kita dapat menentukan kelayakan pengetahuan yang kita peroleh.

Berdasarkan hadîts inilah maka pendapat Imam Khomeinî yang menyatakan bahwa adanya fanatisme yang positif/ashabiyyah positif, yang terjadi dalam rangka demi tegaknya kebenaran serta dalam rangka tersebar luas dan terpeliharanya norma-norma Ilahî adalah suatu bentuk akhlak terpuji, menurut saya adalah kurang tepat. Menurut saya berdasarkan telaah atas hadîts Imam ‘Ali as di atas, fanatisme/ashabiyyah adalah suatu sikap nafsu semata, bentuk tindakan yang sama sekali tidak melibatkan akal, sehingga apa yang berjalan murni dikendalikan oleh hawa nafsu, dan hasilnya adalah tuntutan dari hawa nafsu. Maka realitas-realitas kebenaran tidaklah tampak lagi dan pelaku fanatis akan semakin hanyut dalam jebakan nafsu.

Pemahaman bahwa ini yang benar dan ini yang salah adalah tugas dari akal, dan mustahil jika seseorang dapat memaknai kebenaran tanpa adanya bantuan akal walau setelah menelaah Al-Burhân. Saya lebih menerima bahwa apa yang dikatakan oleh Imam Khomeinî tersebut adalah bentuk keyakinan. Yang telah melewati proses perenungan oleh akal, sehingga mampu dibuktikan dan berdalil, maka setelah seseorang mampu membuktikannya, timbullah pembelaan demi tegaknya pilihannya yang dirasa benar tersebut. Orang yang demikian inilah adalah orang yang selalu men-sinkronisasikan setiap gerak langkahnya berdasarkan tuntutan akal dalam baik buruk-nya segala sesuatu.

Sikap fanatsime, pertama kali telah dipraktekkan oleh Iblis. Yang mana ia tidak mau menaati perintah Allah untuk bersujud kepada Adam karena ia merasa memilik derajat yang tinggi daripada Adam. Sehingga ats tindakan inilah Iblis menjadi terkutuk, rusak bangunan iman-nya dan termakan atas dosa yang akan membinasakannya kelak.

Pun juga sifat ini banyak dipraktekkan oleh manusia. Menurut Imam Khomeinî, manusia yang memiliki sikap fanatisme ini boleh jadi setelah ia berpindah ke alam lain akan melihat dirinya sebagai seseorang Badui Jahiliyah penyembah berhala, yang tidak memiliki keimanan kepada Tuhan maupun pada Nabi dan risalah para Nabi. Dia akan menemukan dirinya berbentuk seperti halnya keadaan wajah-wajah mereka, tanpa sama sekali mengingat bahwa ketika di dunia ia telah memeluk agama yang benar yaitu keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Pendapat ini didasari atas hadîts yang menjelaskan bahwa penghuni neraka tidak dapat mengingat nama Rasulullah ataupun mengenali diri mereka sendiri, kecuali dengan kehendak Allah. Oleh karena itu amatlah sangat benar bahwa kita sebagai manusia dituntut untuk mengetahui rasonalitas bangunan ushûlî kita agar kita tidak menjadi manusia yang ikut-ikutan dalam memilih kepercayaan, karena itulah bahwa pilihan seseorang yang salah yang didasari perenungan akal adalah lebih daripada seseorang yang memilih benar tanpa adanya penghukuman dari akal.

Sifat Penyakit hati yang berkendali nafsu ini, telah berhasil merambah ke semua lapisan masyarakat di negara kita yang tercinta ini. Maka jika telah kita ketahui bahwa penyakit ini didapat di semua kalangan masyarakat, maka secara otomatis pula penyakit ini juga bercokol di segala aspek atau bidang. Berikut adalah jangkauan-jangkauannya:

Fanatisme Terhadap Keberagamaan

Gejala fanatisme keberagamaan adalah yang paling banyak terjadi di kalangan masyarakat kita. Yang dimaksud dari fanatik keberagamaan ini bukan meyakini agamanya dan serta merta menafikan agama lain, akan tetapi adanya sikap anti antar satu penganut agama dengan penganut agama lainnya. Entah itu dalam hal menjalin pergaulan, saling menghormati bahkan membuka diri untuk mengetahui dan mempelajari teori agama mereka.

Yang pasti, tidak ada satupun agama yang mengajarkan dan mempraktekkan kepada penganutnya untuk menutup sosialisasi terhadap sesama masyarakat. Maka semuanya kita kembalikan kepada diri masing-masing untuk lebih berfikir tenggang rasa antar sesama umat beragama.

Fanatisme Kesukuan/Bangsa

Sampai pada aspek kesukuan pun telah disentuh oleh fanatisme, seperti contoh Bangsa Persia yang selalu dalam setiap kesempatan di dunia Internasional mereka rata-rata dalam apa yang dipaparkannya menggunakan bahasanya sendiri. Betapapun mereka sudah mengetahui bahwa Bahasa Inggris adalah Bahasa Internasional akan tetapi mereka tetap saja seperti itu.

Seorang Ayatullah yang dikemas sedemikian rupa atas intelektualitasnya untuk menjadi wakil Imam al-Ghaib sudah pasti dapat mengcover aspirasi seluruh umat, oleh karena itu dibutuhkan sekali komunikasi yang baik antar keduanya. Bahkan menurut saya sebaiknya Ayatullah-nya yang menyesuaikan kepada si Muqallid-nya termasuk dalam hal berkomunikasi. Sehingga diwajibkan bagi mereka untuk menguasai segala macam bahasa. Atau dikarenakan mereka adalah ulama muslim, dan bahasa pengetahuan Islam adalah Bahasa Arab maka lebih baik mereka menjelaskannya melalui Bahasa Arab daripada dengan Bahasa Persia.

Sayangnya, justru sebaliknya yang terjadi, Si Muqallid yang harus menyesuaikan kepada Marja’-nya. Jika seorang Ayatullah sedang ber-tausiyah maka sudahlah barang pasti kalau ada penterjemah yang harus menerjemahkan perkataan beliau. Sehingga tausiyah yang dirasa mampu menjadikan pemahaman yang baik kepada Si Muqallid dan akan banyak memberikan pencerahan kepada mereka, serasa hanya seperti ceramah biasa yang membosankan dikarenakan terpotong-potong.

Cara menanggulanginya

Berikut ini adalah cara-cara yang dirasa mampu untuk tidak menjerumuskan diri kita terhadap sikap fanatisme:

1. Membuka diri dari segala macam keadaan tanpa mendahulukan emosi. Dengan ini hati kita akan terlatih lebih bersikap netral dalam setiap keadaan, khususnya dalam mengetahui teori-teori baru.

2. Setelah kita membuka diri, maka sebaiknya kita mengkomparasikan antara teori lama dan teori yang baru kita kenal, dan tidak ada salahnya juga kita meminta pendapat orang lain.

3. Saling menghormati kepada sesama manusia yang berbeda pilihan dengan kita. Yakni dengan anggapan bahwa ini mutlak adalah pilihan pribadi dan murni tidak ada paksaan.

REFERENSI

Imam Khomeinî, 40 Hadis telaah atas hadis-hadis mistis dan akhlak. Mizan. Bandung. 2004

Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku, Kata-kata Mutiara ‘Imam Alî. Pustaka Hidayah. Bandung. 2003


print this page Print this page

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mantaps..!!

Anonim mengatakan...

Silahkan bergabung di Group kami :

GROUP
https://www.facebook.com/groups/Stop.Fanatisme/

Silahkan dibaca-baca page kami jika suka, tolong di Like page nya :

PAGE
https://www.facebook.com/pages/Stop-Fanatisme/172872749453830

Terima kasih

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

 
 
 

Followers