Politik Ala Ibn Taimiyah

Selasa, 30 Maret 2010


Politik yang banyak masyarakat kenal dewasa ini seringkali diartikan sebagai perihal yang kotor, yang menjadi jurang bagi pelaksananya dan menjadikan pelaksananya tersebut sebagai orang-orang yang diklaim buruk. Terkadang ada yang menganggap pula bahwa politik menghantarkan pelaksananya untuk berfikir sebagai orang-orang yang melupakan nilai-nilai keagamaan yang selalu menjunjung tinggi nilai budi luhur, sehingga langkah yang diambilnya menjadikan ia bertindak tidak adil. Memang politik yang bersifat seperti ini ada pada kalangan kita, terutama di negeri kita tercinta.

Oleh karena itu Ibn Taimiyah dalam menangggapi masalah ini, ia memberikan solusinya, sebagai jalan tengah untuk memberikan pandangan baru kepada khalayak bahwa politik tidaklah buruk seperti yang selama ini dinilai. Kita ketahui secara tidak langsung Rasulullah saww dalam kehidupannya berkecimpung dalam politik. Baginya, agar politik mendapat tempat sebagaimana mestinya, maka agama haruslah mendampinginya supaya tetap sehat dan berada pada keluhuran nilai-nilai agama. Politik yang berasaskan agama ini dinamakan dengan Al-Siyâsah Al-Syar‘iyyah/Pemerintahan Syariat.

Salah satu yang berlainan dari seorang diri Ibn Taimiyah adalah pada sikap keras dan radikalnya dalam urusan politik. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yang pertama dikarenakan keadaan hidupnya yang berada di tengah-tengah perebutan kekuasaan antar dinasti, yakni dinasti Saljuk, Ayyubiyah, Mamluk, dan sampai pada masa kekuasaan dinasti Mongol. Hal ini tentu saja menjadikan pola pikirnya cenderung berfikir keras dan menentang.

Faktor yang kedua adalah dia sebagai penganut madzhab Hanbali, yang mana doktrin madzhab Hanbali tersebut sudah kita kenal cenderung radikal dan menafikan segala sesuatu selain dari Islam, faktor-faktor inilah yang mempengaruhi pemikiran politiknya. Ia menjadi sosok pendobrak atau pembaharu yang cukup memiliki signifikansi yang jelas, sehingga sampai saat ini fatwa-fatwanya menjadi rujukan bagi beberapa kalangan umat Islam. Alhasil meski ia terkesan bertolak belakang terhadap para pendahulunya yang senantiasa menyerukan untuk berlepas diri dari politik, namun upayanya ini serasa membuka cakrawala baru dalam dunia pemikiran politik Islam.

Pemikiran Politik Ibn Taimiyah

Terbukti pada salah satu karya besarnya dalam bidang politik yang berjudul الكتاب السياسة / Al-Kitâb Al-Siyâsah. Kitab ini berisi tentang pemikiran politik Ibn Taimiyah yang menitikberatkan pada urgensi politik dalam agama dan juga tentang islamisasi dalam politik. Menurutnya, inilah proyek Islam yang sesungguhnya. Ia beranggapan bahwa agama tidak dapat diamalkan tanpa kekuasaan politik. Tugas agama untuk memerintahkan pengikutnya agar senantiasa melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, termasuk kewajiban-kewajiban lain yang telah ditetapkan Tuhan seperti Shalat berjamaah, Zakat, Haji, Hudûd dan menegakkan keadilan benar-benar tidak dapat teraplikasi kecuali melalui jalan pencapaian kekuasaan dan otoritas pemimpin/imam.[1]

Terkait dengan tugas yang diemban sebagai pemimpin/imam, maka sudahlah barang pasti bahwa pemimpin tersebut haruslah menegakkan amanat, karena jabatan pemimpin tersebut adalah amanat, dan karena amanat itulah maka seorang pemimpin tidak boleh bersikap dhalim. Ia harus berpegang teguh pada hudûd al-Syar‘iyyah yang berlaku pada seluruh lapisan masyarakat.

Atas adanya urgensi kepemimpinan dan politik ini, Ibn Taimiyah mengkultuskan bahwa agama dan politik sangat terkait. Doktrin agama tidak dapat berjalan dengan baik tanpa didasari oleh sistem politik, dan politik tidak dapat memberikan aturan kenegaraan yang baik jika tidak dilandasi oleh agama. Tentu saja ini juga memberikan gambaran lain kepada kita akan dua eksistensi yang saling terhubung, yakni agama dan negara. Ia mengatakan,”Karena itu, sudah saatnya untuk mempertimbangkan keamiran sebagai salah satu bentuk beragama, yakni satu posisi yang dengannya seseorang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan.”[2]

Dari tiga bentuk kepemimpinan yang ada dalam Islam, yakni Imâmah dan Khilâfah, dan Sulthâniyah Ibn Taimiyah menjadikan khilafah sebagai bentuk pemerintahan yang dapat menjadi percontohan bagi sistem pemerintahan Islam yang ideal. Dimana doktrin agama dijalankan dengan baik, kesejahteraan materi dapat dirasakan oleh rakyatnya dan lainnya. Oleh karena itu Ibn Taimiyah berpendapat bahwa semua pemimpin Islam yang baik harus menjalankan tugas-tugas agama yang sebelumnya menjadi tugas khalifah. Maka pendapat ini memiliki dampak yang lebih, yakni tidak ada pemimpin, pemegang otoritas, ataupun rakyat, yang terbebas dari pemerintahan Tuhan dan Khilâfah. Maksudnya mereka semua sepenuhnya terjeruji oleh kewajiban agama yang sama sebagai pejabat pemerintah, serupa dengan kewajiban pemerintah.[3]

Kewajiban-Kewajiban Seorang Pemimpin

Setelah menjelaskan bentuk sistem kepemimpinan syar’î beserta segala macam prosesnya, Ibn Taimiyah juga menjelaskan apa saja kewajiban-kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Menurutnya, pemimpin sebagaimana pemimpin, haruslah mementingkan kepentingan rakyat. Maka dari itu, seorang pemimpin haruslah menepis segala kepentingan pribadinya, karena seorang pemimpin adalah suatu jabatan yang memiliki otoritas untuk bertindak dan dipatuhi, mengingat Islam bergantung pada segala kebijakannya[4], dan bukanlah suatu jabatan yang digunakan untuk mengenyangkan diri. Karena ketika banyak pemimpin diliputi oleh keinginan untuk mendapatkan harta dan kedudukan dan mereka menjadi jauh dari hakikat keimanan dalam pemerintahan mereka, maka banyak orang melihat bahwa kekuasaan merupakan suatu hal yang bertentangan dengan keimanan dan kesempurnaan agama.[5] Padahal sebagaimana adanya seperti yang telah ia tukaskan bahwa kekuasaan atau kepemimpinan itu mendekatkan kita untuk merengkuh agama secara kaffah.

Berbicara tentang kebijakan atau keputusan yang diambil dari seorang pemimpin, Ibn Taimiyah memperbolehkan seorang pemimpin untuk menerapkan suatu hukuman terhadap suatu urusan yang belum ditetapkan oleh syariat, misalnya hukuman untuk kesalahan administrasi, malpraktik dan penyuapan. Ia juga boleh menetapkan sumber-sumber pendapatan baru bagi negara melalui ijtihad pribadinya selain yang telah ditetapkan oleh syariat, selama hal itu tidak dilarang oleh kesepakatan para Fuqahâ’.[6] Intinya, dalam mengambil suatu keputusan seorang pemimpin haruslah tegas dan penuh dengan pertimbangan, tergantung atas masalah yang diselesaikannya. Sehingga hasilnya memberikan dampak yang baik bagi rakyat. Kesempurnaan dalam mengambil keputusan itu, agaknya hanya kita dapati melalui kepemimpinan Rasulullah saww dan Imam ‘Ali ibn Abi Thalib as, dan kita tidak dapat menemukan lagi seorang pemimpin yang sebijak, seteguh dan setegas mereka.

Maka atas ini, Ibn Taimiyah dalam pemikirannya membuka kesempatan bagi seorang pemimpin untuk memilih orang-orang yang memiliki kemampuan yang dapat membantu seorang pemimpin dalam memutuskan kebijakan demi tercapainya keputusan yang adil.[7] Misalnya, seorang pemimpin yang cenderung bermental keras, maka para wazirnya harusnya bermental lembut, sebagai penetralisir atau penyeimbang atas mental yang dimiliki pemimpin tersebut yang berguna untuk mencegah terjadinya pengambilan keputusan yang dhalim. Jadi initinya Ibn Taimiyah berpandangan bahwa urgensi pemimpin ini merupakan hal yang sangat penting bagi kelanjutan suatu agama. Akan tetapi, yang menarik dari pendapatnya di sini adalah terciptanya pandangan yang mencakup lintas madzhab. Kita ketahui bahwa hanya madzhab Syiah Imamiyah-lah yang menjadikan kepemimpinan sebagai salah satu pondasi keimanannya. Dalam madzhab Syiah, imamah/kepemimpinan menduduki posisi yang sangat penting sekali, dan tanpa disadari, ini diaplikasikan oleh Ibn Taimiyah dalam pandangannya seputar politik.



[1] Anthony Black, Hal: 291

[2] Ibid, Hal: 292

[3] Anthony Black, Hal: 293

[4] Ibid, Hal: 293

[5] Sha’ib Abdul Hamid, Ibnu Taimiyah Rekam Jejak Sang Pembaharu (Jakarta: Citra, 2009) Hal: 96-97

[6] Ibid, Hal: 294

[7] Ibid, Hal: 296

print this page Print this page

1 komentar:

Anonim mengatakan...

:a1

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

 
 
 

Followers