Kabarnya, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) bersama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengembangkan implantasi koklea (rumah siput) untuk pengobatan pendengaran.
"Pengobatannya melalui pemasangan atau implantasi alat berupa elektroda pada rumah siput di sekitar saluran telinga," kata Direktur Medik dan Keperawatan RSCM/FKUI, Julianto Witjaksono, di Jakarta.
Implantansi koklea merupakan prosedur penanaman alat bantu dengar yang dilakukan melalui tindakan operasi pada tulang temporal untuk menggantikan fungsi rumah siput pada telinga yang mengalami gangguan.
Kepala Departemen Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) RSCM/ FKUI, Ratna D.Restuti menuturkan operasi penanaman implantasi koklea dapat dilakukan bagi penderita gangguan pendengaran, seperti anak yang mengalami ketulian sejak atau setelah lahir.
Serta pasien dewasa yang dapat berbicara, namun tidak bicara atau mendengar dengan menggunakan alat bantu dengar biasa.
Ratna mengungkapkan, implantasi koklea pada anak berusia 2-3 tahun memberikan hasil yang optimal dan dapat memfungsikan telinga sama seperti anak normal lainnya.
Namun pasien yang akan mengimplantasi koklea harus menjalani tahapan seleksi kandidat melalui pemeriksaan menyeluruh melalui aspek medis, psikologis dan faktor sosial, serta cek fungsi pendengaran, radiologi, laboratorium dan konsultasi dengan dokter anak.
Pelaksanaan operasinya terdiri dari dua kategori alat, yakni komponen di luar badan meliputi speech processor, mikrofon dan pemancar.
Sedangkan komponen dalam yang ditanam pada tubuh pasien, mencakup alat penerima (receiver) dan elektroda.
Setelah menjalani operasi, pasien wajib melakukan pemulihan selama dua hari dan rehabilitasi melalui terapi latihan mendengar dan berbicara.
Ratna menuturkan, kendala yang dihadapi untuk pengobatan gangguan pendengaran tersebut, yaitu biaya pemasangan implantasi yang mencapai Rp350 juta-Rp400 juta per orang.
Dana tersebut mencakup pembelian alat sekitar Rp200 juta, biaya operasi, obat-obatan dan pemeriksaan berkala dengan perawatan seumur hidup.
"Kami harus membayar pajak yang tinggi dan harga alatnya cukup mahal sehingga berdampak terhadap biaya pengobatannya," kata Ratna seraya menambahkan jumlah bayi yang mengalami gangguan pendengaran sejak lahir di
Meski biaya pengobatan tidak terjangkau masyarakat miskin, Julianto menuturkan pihaknya optimis ada donatur yang mau membantu pengobatan masyarakat tidak mampu.
"Kami juga akan mempromosikan kepada pemerintah agar membantu biaya pengobatan bagi rakyat miskin melalui jaminan kesehatan masyarakat atau asuransi kesehatan," kata Julianto.
RSCM/FKUI mampu mengembangkan teknologi implantasi koklea sejak 2002 dan berhasil mengoperasi orang asal
Mengingat biaya pengobatan yang cukup tinggi, Julianto menjelaskan, pihaknya menjalankan program "international wings" untuk menggaet penderita gangguan pendengaran agar mau menjalani operasi di Indonesia, tanpa perlu ke luar negeri. (www.kapanlagi.com)
0 komentar:
Posting Komentar