Psikologi Agama

Senin, 06 Juli 2009

Pengertian Psikologi

Secara umum, perumusan pengertian psikologi dapat disederhanakan dalam tiga pengertian, yaitu:
1. Psikologi adalah studi tentang jiwa (psyche), seperti studi yang dilakukan oleh Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) tentang kesadaran dan proses mental yang berkaitan dengan jiwa.
2. Psikologi adalah ilmu tentang kehidupan mental, seperti pikiran, perhatian, persepsi, intelegensi, kemauan, dan ingatan. Definisi ini dipelopori oleh Wilhelm Wundt.
3. Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku organisme, seperti perilaku kucing terhadap tikus, perilaku manusia terhadap sesamanya dan sebagainya. Definisi ini dipelopori oleh John Watson.
Psikologi meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Belum ada kesepakatan tentang cakupan psikologi. Ada yang beranggapan psikologi hanya tertarik pada perilaku yang tampak saja, sedangkan yang lain tidak dapat mengabaikan peristiwa-peristiwa mental. Sebagian psikolog hanya ingin memerikan apa yang dilakukan orang, sebagian lagi menyatkan bahwa psikologi baru dapat dikatakan sebagai ilmu/sains bila sudah mampu mengendalikan perilaku orang lain. George A. Miller membantu kita membuat definisi lingkup ilmu Psikologi yang mencakup semuanya sebagai berikut: “Psychology is the science that attempts to describe, predict and control mental and behavioral events”




Latar Belakang Kemunculan Psikologi Agama
Disiplin psikologi dalam aspek tertentu terjebak dengan persoalan-persoalan metodologis yang instrumental dan melupakan masalah-masalah yang substansial dalam kehidupan psikologis manusia. Kita dapat mengambil contoh dari konsep-konsep atau teori-teori yang dikedepankan oleh aliran-aliran besar dalam psikologi. Psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud lebih melihat citra manusia dari sisi buruknya. Selain karena dilatarbelakangi oleh ketimpangan sosial yang terjadi waktu itu, psikoanalisis tercipta dari hasil penelitian terhadap orang-orang yang lumpuh, kerdil dan sakit.
Psikobehavioristik yang dikembangkan oleh B.F. Skinner lebih melihat citra manusia dari sisi netral dan tidak memiliki kecenderungan baik-buruk dari potensi bawaannya. Aliran ini dinilai sebagai aliran yang mekanistik, reduksionistik atau psikologi robot, yang mereduksi manusia ke dalam “tikus putih laboratorium” yang lebih besar atau komputer yang lebih lamban. Meskipun aliran ini banyak menyumbangkan teori-teori belajar dan modifikasi perilaku, tetapi ia menafikan eksistensi manusia yang sesungguhnya. Hasil eksperimentasi terhadap hewan digunakan untuk memodifikasi perilaku manusia.
Psikohumanistik yang dianggap sebagai aliran psikologi kekuatan ketiga yang dikembangkan oleh Abraham Maslow telah melihat Citra Baik dari sisi potensi bawaan manusia. Aliran ini memiliki suatu pandangan yang optimistik dan konstan terhadap masak depan manusia, berdasarkan nilai-nilai manusiawai yang intrinsik. Maslow mengecam keras konsep-konsep Psikoanalisis dan Psikobehavioristik yang menafikan potensi positif manusia. Ia mencoba mengkonstruksi pandangan psikologis yang mengarah pada humanisasi, yaitu suatu proses yang memanusiakan manusia dengan cara mendudukkan citra dan eksistensi sebagaimana adanya.
Meskipun aliran Psikobehavioristik telah mendapatkan tempat tersendiri di benak pemerhati dan peneliti bidang psikologi, namun tampaknya juga tidak luput dari beberapa kritik. Melalui pendekatan pendekatan rasional-obyektif yang ditopang oleh paradigma antroposentris, aliran ini telah melupakan sisi lain yang justru menjadi bagian terpenting dari kehidupan manusia, seperti kehidupan spiritualitas yang berdimensi Ilahiah. Akibat pandangan ini maka disiplin psikologi menjadi gersang dan bebas nilai. Psikologi yang seharusnya menjadi wacana yang mampu menyelesaikan problem psikologis manusia justru menambah beban baru yang meresahkan.
Sebagai disiplin ilmu, psikologi memiliki ciri relativitas yang membutuhkan elaborasi dan pengembangan lebih jauh. Para psikolog maupun peneliti di bidang psikologi tidak hanya pasrah menerima konsep dan teori yang sudah ada, tetapi mereka mencoba untuk melakukan penelitian dan kajian ulang terhadap hasil karya pedahulunya. Untuk memperoleh konsep atau teori yang lebih baik, mereka tidak jarang menggunakan pendekatan baru yang menyalahi ketentuan sebelumnya. Di antara pendekatan baru yang ditawarkan adalah dengan mempelajari ajaran-ajaran agama dan memasukkannya ke dalam keutuhan disiplin psikologi. Asimilasi ini barangkali dapat mengaburkan dua pendekatan yang berbeda, sebab agama berorientasi pada telaah perilaku yang dievaluasi dan sarat etik, sementara psikologi menelaah perilaku yang didevaluasi dan netral etik. Meskipun demikian, tidak ada salahnya jika hal itu tetap dilakukan, sebab problem metodologis itu juga pernah dialami oleh para perintis psikologi seperti Sigmund Freud, tetapi kemudian problem itu hilang bersamaan dengan keunggulan dan manfaat konsp-konsep dan teori-teorinya.

Pengertian Psikologi Agama
Psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku kegamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan psikologi. Jadi penelaahan tersebut merupakan kajian empiris.
Prof.Dr.Zakiah Daradjat menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan terhadap suatu agama, oleh karena itu ruang lingkup kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai:
1. bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tenteram sehabis shalat, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat kitab suci, perasaan tenang, pasrah, dan menyerah setelah berdzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan.
2. bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya, misalnya rasa tenteram dan kelegaan batin.
3. mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup setelah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
4. meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah laku dalam kehidupan.
5. meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.
Semuanya itu menuruh Zakiah Daradjat tercakup dalam kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Yang dimaksud dengan kesadaran agama adalah bagian /segi agama yang hadir (terasa) dalam pikiran yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliyah).
Tegasnya psikologi agama hanya mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa yang memantul dan memperlihatkan diri dalam perilaku, dalam kaitannya dengan kesadaran dan pengalaman agama manusia. Psikologi agama tidak mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk tentang benar-salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama.

Metode Psikologi Agama
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi agama juga memiliki metode penelitian ilmiah. Kajian dilakukan dengan mempelajari fakta-fakta berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisis secara obyektif. Psikologi agama menggunakan sejumlah metode sebagai berikut:
1) Dokumen Pribadi, metode ini digunakan untuk mempelajari tentang bagiaman pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk memperoleh informasi mengenai hal tersebut maka cara yang ditempuh adalah mengumpulkan dokumen pribadi seseorang. Dokumen tersebut mungkin berupa autobiografi, biografi, tulisan ataupun catatan yang dibuatnya. Dengan asumsi bahwa agama merupakan pengalaman batin yang bersifat individual di kala seseorang merasakan sesuatu yang gaib, maka dokumen pribadi dinilai dapat memberikan informasi yang lengkap. Dalam penerapannya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan teknik-teknik sebagai berikut:
a) Teknik nomotatik, nomotatik merupakan pendekatan psikologis yang digunakan untuk memahami tabiat atau sifat-sifat dasar manusia dengan cara mencoba menetapkan ketentuan umum dari hubungan antara sikap dan kondisi-kondisi yang dianggap sebagai penyebab terjadinya sikap tersebut. Sedangkan, sikap yang terlihat sebagai kecenderungan sikap umum itu dinilai sebagai gabungan sikap yang terbentuk dari sikap-sikap individu yang ada di dalamnya. Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari perbedaan-perbedaan individu, dengan berasumsi bahwa pada diri manusia terdapat suatu lapisan dasar dalam struktur kepribadian manusia sebagai sifat yang merupakan ciri umum kepribadian manusia. Nomotatik yang digunakan dalam studi kepribadian adalah mengukur perangkat sifat seperti kejujuran, ketekunan dan kepasrahan sejumlah individu dalam suatu kelompok.
b) Teknik Analisis Nilai, teknik digunakan dengan dukungan analisis statistik, data yang terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti. Teknik ini dgunakan dengan asumsi bahwa ada sejumlah pengalaman keagamaan yangh dapat dibahas dengan menggunakan ilmu eksakta, terutama dalam mencari hubungan sejumlah variabel, misalnya hubungan antara kepercayaan dengan tingkat kecerdasan, yang menjelaskan korelasi antara agama dan kecerdasan yang berarti bahwa anak-anak yang kurang cerdas cenderung berpegang erat kepada kepercayaan agama, sedangkan anak-anak yang cerdas kecenderungan itu lebih kecil.
c) Teknik Idiography, teknik ini digunakan utnk memahami sifat-sifat dasar (tabiat) manusia yang lebih dipusatkan pada hubungan antara sifat-sifat yang dimaksud dengan keadaan tertentu dan aspek-aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing-masing individu dalam upaya untuk memahami seseorang.
d) Teknik penilai terhadap Sikap, yaitu teknik yang digunakan terhadap biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berasarkan dokumen tersebut, kemudian ditarik kesimpulan, bagiamna pendirian seseorang terhadap persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kaitan dengan pengalaman dan kesadaran agama.
2) Kuesioner dan Wawancara, metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. Dalam penerapannya metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah:
a) Pengumpulan Pendapat masyarakat (Public Opinion Polls), teknik merupakan gabungan antara kuesioner dan wawancara, data didapatkan melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai, selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi yang sudah dibuat berdasarkan kepentingan penelitian.
b) Skala penilaian, teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan khas dalam diri seseorang berdasarkan pengaruh tempat dan kelompok, misalnya adanya perbedaan yang khas antara penganut protestan dan penganut katolik dalam melihat suatu permasalahan, dimana kaum protestan bersikap liberal sedang kaum katolik bersikap konservatif.
c) Tes, digunakan dalam upaya untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu, biasanya bentuk tes sudah disusun secara sistematis.
d) Eskperimen, digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuakn khusus yang sengaja dirancang/dibuat.
e) Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi, penelitian dilakukan dengan menggunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat manusiawi orang per orang atau kelompok. Selain itu juga menjadikan unsur-unsur budaya yang bersifat materi (benda budaya) yang bersifat spiritual (mantra, ritus) yang dinilai ada hubungannya dengan agama.
f) Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya, cara ini digunakan dengan membandingkan antara tindak keagamaan (upacara, ritus) dengan menggunakan pendekatan psikologi. Melalui pengukuran statistik kemudian dibaut tolok ukur berdasarkan pendekatan psikologi yang dihubungkan dengan kebudayaan.
g) Pendekatan terhadap perkembangan (Developmental Approach), teknik ini digunakan untuk meneliti mengenai asal-usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianutnya, melalui pengumpulan dokumen, catatan-catatan, riwayat hidup dan data antropologi. Cara ini digunakan oleh Sigmund Freud.
h) Metode Klinis dan Proyektivitas, dalam pelaksanaannya metode ini memanfaatkan cara kerja klinis, penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dan agama. Usaha penyembuhan dititikberatkan pada kepentingan manusia (penderita), kemudian untuk kepentingan penelitian digunakan teknik proyektivitas melalui riset dan pengumpulan data tertulis mengenai penderita sebagai bahan diagnosa.
i) Metode Umum proyektivitas, yaitu berupa penelitian dengan menyodorkan sejumlah masalah yang mengandung makna tertentu, selanjutnya peneliti memperhatikan reaksi yang muncul dari responden, dengan membiarkan reaksi secara tak sengaja itu, maka pernyataan yang muncul dari reaksi tadi dijadikan dasar penafsiran gejala yang ingin diteliti. Reaksi merupakan kunci pembuka rahasia
j) Apersepsi Nomotatik, yaitu dengan menggunakan gambar-gambar yang samar. Melalui gambar-gambar yang diberikan, diharapkan orang yang diteliti dapat mengenal dirinya. Pemberian gambar diharapkan akan membantu orang untuk membentuk ide baru yang dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penelitian.
k) Studi kasus, dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus-kasus tertentu. Metode ini dapat digunakan sebagai bahan penyembuhan, menanamkan pengertian, menggambarkan masalah yang ada hubungannya dengan psikologi, hingga dapat menghasilkan kesimpulan dan penggolongan mengenai kasus-kasus tertentu.
l) Survei, metode ini digunakan untuk tujuan penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.
Metode Kuesioner dan wawancara dengan berbagai tekniknya seperti dikemukakan diatas, biasanya digunakan untuk tujuan-tujuan seperti mengetahui latar belakang keyakinan agama, mengetahui bentuk hubungan manusia dengan Tuhannya, serta untuk mengetahui dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi.

Latar Belakang Psikologi Islam
Psikologi Kontemporer Barat dalam perkembangannya mengalami distorsi yang fundamental. Psikologi seharusnya membicarakan tentang konsep jiwa, naumn justru ia mengabaikan bahkan tidak tahu menahu tentang konsep jiwa, sehingga ia mempelajari “ilmu jiwa tanpa konsep jiwa”. Misalnya yang terjadi pada aliran behavioristik yang dipelopori oleh John Dollard, Neal E. Miller, B.F.Skinner yang tidak begitu tertarik dengan persoalan struktur kejiwaan manusia yang menetap dan relatif stabil. Mereka lebih berminat mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengakibatkan respons-respons tertentu yang pada gilirannya membangkitkan stimulus-stimulus yang memiliki sifat pendorong.
Psikologi Islam sebagai disiplin ilmu yang mandiri baru memasuki proses awal. Pendekatan yang digunakan lebih mengarah pada pendekatan spekulatif, yang membicarakan hakikat mental dan kehidupannya. Sumber data yang digunakan berasal dari proses deduktif, yang digali dari nash (al-Qur’an dan as-Sunnah) dan hasil pemikiran para filosof atau sufi abad klasik, dan belum memasuki wilayah empiris-eksperimental.

Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Islam
Hakikat psikologi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: “kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”. Hakikat definisi tersebut mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
1. Psikologi Islam merupakan salah satu kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu keislaman yang lain,seperti Ekonomi Islam, Sosiologi Islam, Politik Islam dan lain-lain.Penempatan kata “Islam disini memiliki ari corak, cara pandang, pola pikir, paradigma atau aliran. Dengan kata lain, psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya tetapi tidak terlepas dari kerangka ontologi (hakikat jiwa), epistemologi (bagaimana cara mempelajari jiwa) dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam. Melalui kerangka ini maka akan tercipta beberapa bagian psikologi dalam islam seperti Psikopatologi Islam, Psikoterapi Islam, Psikologi Agama Islam, Psikologi Perkembangan Islam, Psikologi Sosial Islam dan sebagainya.
2. Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia. Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa al-ruh, al-nafs, al-kalb, al-‘aql, al-dhamir, al-lubb, al-fu’ad, al-sirr, al-fithrah dan sebagainya. Masing-masing aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi dan perilaku yang perlu dikaji melalui al-Qur’an, as-Sunnah serta dari khazanah pemikiran Islam. Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa hakikat jiwa sesungguhnya.
3. Psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik. Sebab psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Psikologi islam merupakan salah satu disiplin yang membantu seseorang untuk memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, realisasi diri, konsep diri, baik untuk diri sendiri atau diri orang lain.
Psikologi Islam menambah dan mengembangkan psikologi dari aspek aksiologis-nya, sebab pada aspek ini, belum disentuk dan diketemukan pada aliran-aliran psikologi sebelumnya. Terasa janggal dan kurang sempurna apabila pengembangan pskologi hanya menekankan pada aspek ontolologis dan epistemologis, tanpa memperdulikan aspek aksiologisnya, sebab hal itu dapat mengurangi nilai pragmatis dari suatu wacana yang dikembangkan. Psikologi Islam bertujuan “memberi nilai” (terutama nilai spiritual ilahiah) pada wacana psikologi, juga berusaha mengasimilasikan antara ilmu-ilmu Humaniora (termasuk psikologi) dengan nilai-nilai agama (Islam), sehingga tidak terkesan adanya dikotomis yang tajam antara pelestarian doktrin Islam di satu sisi dan pengembangan ilmu pengetahuan di sisi yang lain.
Psikologi Islam tampaknya ingin melakukan reorientasi paradigma atau epistemologi psikologi yang meliputi mode of thought dan mode of inquiry. Artinya, sumber kajian psikologi yang dijadikan acuan tidak hanya dari pemikiran rasional dan penelitian empiris eksperimental, melainkan juga bersumber dari wahyu dan pemikiran ilhami. Uraian-uraiannya selain menjelaskan fenomena psikologis, juga memberi petunjuk ke mana modifikasi perilaku psikologis diarahkan, untuik apa, oleh siapa dan kepada siapa. Oleh karena itu Psikologi Islam tidak sekadar mengubah perilaku psikologis sesuai dengan tugas-tugas perkembangan psikologis manusia, tetapi juga berdasarkan tuntunan dari Allah SWT.

Metodologi Psikologi Islam
Metode pengkajian dan pengembangan Psikologi Islam dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu:
1. Metode Pragmatis, yaitu metode pengkajian dan pengembangan psikologi Islam yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Dengan kata lain, bangunan psikologi Islam dapat diadopsi dan ditransformasikan dari kerangka teori-teori psikologi Barat kontemporer yang sudah mapan. Teori-teori tersebut dicarikan legalisasi atau justifikasinya dari al-nash atau diupayakan pen-tazkiyah-an, sehingga konklusinya bernuansa Islami. Metode ini akan menghasilkan rumusan yang lazim disebut dengan psikologi Islami. Langkah-langkah operasional yang dapat ditempuh dalam metode pragmatis adalah
1) Penguasaan disiplin ilmu modern dan penguraian kategoris.
2) Survei disiplin ilmu pengetahuan
3) Penguasaan khazanah Islam
4) Penemuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu pengetahuan
5) Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern
6) Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam
7) Analisi kreatif dan sintesis.

2. Metode Idealistik yaitu metode yang lebih mengutamakan penggalian Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri. Metode ini menggunakan pola deduktif dengan cara menggali premis mayor (sebagai postulasi) yang di gali dari al-nash. Konstruksi premis mayor ini dijadikan sebagai “kebenaran universal” yang dijadikan kerangka acuan penggalian premis minornya. Melalui metode ini maka terciptalah apa yang disebut dengan Psikologi Islam. Kerangka epsitemologis dalam metode idealistik, yang dtuangkan dalam sembilan konstruk yaitu:
1) Didasarkan atas suatu kerangka pedoman mutlak, sebab datangnya dari Tuhan dan rasul-Nya.
2) Bersifat aktif dan bukan pasif
3) Memandang obyektivitas sebagai masalah umum dan bukan masalah khusus (pribadi)
4) Sebagian besar bersifat deduktif
5) Memadukan pengetahuan dengan nilai-nilai Islam
6) Memandang pengetahuan bersifat inklusif, yakni menganggap pengalaman manusia sebagai masalah subyektif yang sama validitasnya dengan evolusi yang bersifat obyektif.
7) Menyusun pengalaman subyektif dan mendorong pencaharian pengalaman-pengalaman ini, yang dari umat Islam sendiri diperoleh komitmen-komitmen nilai dasar mereka
8) Memadukan konsep-konsep dari tingkat kesadaran (imajinasi-kreatif) dengan tingkatan pengalaman subyektif (mistik-spiritual), sehingga konsep-konsep dan kiasan-kiasan yang sesuai dengan satu tingkat tidak harus sesuai dengan tingkat yang lain.
9) Tidak bertentangan dengan pandangan holistik, melainkan menyatu dan manusiawi dari pemahaman dan pengalaman manusia. Dengan demikian, epistemologi Isalam sesuai dengan pandangan yang lebih menyatu dari perkembangan pribadi dan pertumbuhan intelektual.

Pendekatan yang digunakan dalam membangun psikologi Islam meliputi tiga aspek yaitu pedekatan skripturalis, pendekatan filosofis, dan pendekatan sufistik. Ketiga pendekatan ini didasarkan tas tiga acuan, yaitu wahyu, akal (burhan) dan intuisi (irfan). Ketiga acuan acuan tersebut digunakan secara simultan, wlaupun salah satu diantaranya ada yang lebih dominan.
Pendekatan skripturalis adalah pendekatan pengkajian psikologi Islam yang didasarkan atas teks-teks al-Qur’an ataupun hadits secara literal. Lafal-lafal yang terkandung dalam al-Qur’an maupun hadits petunjuknya (dilalah) sudah dianggap jelas (sharih) dan tidak diperlukan lagi penjelasan di luar ayat atau hadits. Aplikasi pendekatan ini diperlukan pengetahuan yang luas tentang ilmu-ilmu kebahasaan, kaidah-kaidah penafsiran, dan ilmu-ilmu al-Qur’an maupun hadits, dan juga mengetahui seluk-beluk ilmu psikologi yang digali secara empiris agar dapat membantu validitas penafsiran nash yang dimaksud. Prosedur pengkajiannya dapat ditempuh melalui empat cara, yaitu:
1) Prosedur tematis (maudhu’i) dengan memilih topik-topik tertentu yang berkaitan dengan psikologi, kemudian menginventarisasi ayat-ayat atau beberapa hadits yang terkait dengan topik tersebut, kemudian dicarikan kaitannya agar masing-masing saling menjelaskan, kemudian disistematisasi menurut disiplin psikologis, sehingga didapatkan konklusi yang bernuansa psikologis juga.
2) Prosedur analisis (tahlili), yaitu dengan menampilkan ayat-ayat atau hadits yang berkenaan dengan psikologi, kemudian menganalisisnya secara psikologis pula sehingga ditemukan konklusi psikologis. Analisis yang dimaksud baik berupa lafal, susunan kalimat, aspek kultural yang melatarbelakangi turunya ayat atau hadits, persesuaian (munasabah) ayat/hadits yang satu dengan ayat/hadits yang lain.
3) Prosedur perbandingan (muqarin) yaitu dengan membandingkan an tara ayat satu dengan ayat yang lain, ayat dengan hadits, hadits dengan ayat dan hadits dengan hadits. Perbandingan ini berkaitan dengan variasi letak kata, jumlah huruf, keterdahuluan, ma’rifat dan nakirah, pemilihan huruf, pemilihan kata dan variasi idgom.
4) Prosedur global (ijmali) yaitu dengan mengemukakan penjelasan mengenai ayat-ayat atau hadits yang berkaitan dengan psikologi secara global, tanpa menganalisisnya secara luas, apalagi menyajikannya secara tematik atau perbandingan. Prosedur ini jarang digunakan karena telah terwakili oleh ketiga prosedur sebelumnya.

Pendekatan falsafi adalah pendekatan pengkajian Psikologi Islam yang didasarkan atas prosedur berpikir spekulatif. Prosedur yang dimaksud mencakup beripikir yang sistemik, radikal, dan universal, yang ditopang oleh kekuatan akal sehat. Pendekatan ini tetap menggunakan nash dengan cara memahami makna esensial dari nash.
Pendekatan sufistik yaitu pendekatan pengkajian psikologi Islam yang didasarkan pada prosedur intuitif (al-hadsiyah), ilham dan cita-rasa (al-zawqiyah). Prosedur yang dimaksud dilakukan dengan cara menajamkan struktur kalbu melalui proses penyucian diri (tazkiyah al-nafs). Cara itu dapat membuka tabir (hijab) yang menjadi ilmu-ilmu Allah dengan jiwa manusia, sehingga mereka memperoleh ketersingkapan (al-kasyf) dan mampu mengungkap hakikat jiwa yang sesungguhnya.
Ketiga pendekatan ini dapat ditempuh secara proporsional, hirarkis atau eklektis. Pedekatan proporsional maksudnya masing-masing pendekatan digunakan secara sendiri-sendiri menurut keperluannya. Asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini adalah bahwa masing-masing psikolog memiliki kecenderungan tersendiri dalam mengkaji dan meneliti masalah-masalah di seputar psikologi Islam. Pendekatan hirarkis artinya menggunakan ketiga pendekatan tersebut secara bersama-sama menurut tata urut atau susunannya. Jika terdapat masalah-masalah psikologis yang perlu dipecahkan maka digunakan pendekatan skripturalis, karena pendekatan ini susuanannya paling awal, jika tidak ditemukan jawabannya maka beralih pada pendekatan falsafi, dan jika tidak juga ditemukan maka digunakan pendekatan sufistik.
Pedekatan eklektis adalah dengan menggabungkan ketiga pendekatan itu secara bersama-sama tanpa memperhitungkan susunannya, sebab setiap pendekatan memiliki keistimewaan dan kelemahan. Keistimewaan pendekatan yang satu dapat menutupi kelemahan pendekatan yang lain.
REFERENSI
Frank J.Bruno, Kamus Istilah Kunci Psikologi, terj. Cecilia G. Samekto, Kanisius, Yogyakarta
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998
Calvin Hall dan Gardner Lindzey, Teori-teori Sifat dan Behavioristik, Kanisius, Yogyakarta, 1993
Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2002

print this page Print this page

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

 
 
 

Followers