Manusia Menjadi

Kamis, 09 Juli 2009

PENGANTAR

Jika ditilik dari segi bahasa, Manusia berasal dari akar kata “nasiya” yang mempunyai arti “lupa” mungkin penamaan ini merujuk pada kenyataan bahwa manusia adalah mahluk yang mempunyi sifat pelupa. manusia juga bisa disebut dengan “insan” dari kata dasar al-uns yang berarti “jinak” artinya, manusia selalu menyesuaikan diri (adaptasi) dengan keadaan yang baru disekitarnya.

Manusia juga dapat diartikan berbeda-beda jika ditinjau dari segi biologis, rohani, kebudayaan ataupun campuran. Dari segi biologis misalnya, manusia dikelompokkan kedalam golongan Homo Sapiens yaitu sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dari segi rohani/agama, manusia adalah mahluk yang terdiri dari aspek jasmani dan ruhani atau jasad dan jiwa, dimana jiwa adalah percikan dari ruh Tuhan yang bersemayam dalam tubuh manusia, sehingga dengan perantaraan jiwa ini manusia dekat dengan Tuhannya.



Jika ditinjau dari antropologi kebudayaan, yaitu penguasaan manusia menggunakan bahasa, sehingga dari interaksi atar manusia yang lain terbentuklah komunitas atau organisasi dalam masyarakat majemuk yang membentuk suatu kebudayaan tertentu

Terlepas dari definisi itu semua, manusia adalah sebuah realitas yang sangat berbeda dengan mahluk-mahluk yang ada. Bisa dikatakan manusia adalah mahluk yang unik karena dibekali dengan kesadaran akan eksistensi dirinya dimuka bumi ini. Berbeda dengan mahluk lainnya yang hanya pasrah akan nasibnya sebagai obyek bahkan pemenuh kebutuhan manusia. Kerbau misalnya, esensi keberadaannya sudah ditentukan hanyalah sebagai mahluk defakto dan pelengkap kebutuhan manusia. Karena kehidupannya tidak lain hanyalah untuk makan dan berkembang biak tidak ada potensi untuk mengembangkan diri kearah kesempurnaan.

Berbeda dengan manusia yang sejak diturunkan dimuka bumi ini dibekali dengan akal yang mampu menembus celah-celah kabut misteri kehidupan yang begitu kompleksnya. Sehingga dengan rasionalitasnya potensi-potensi yang ada padanya digali untuk dikembangkan menjadi cita-cita luhur menuju kesempurnaannya.

Dengan demikian, manusia dipandang sebagai ukuran bagi setiap penilaian, dan referensi utama dari setiap kejadian di dalam semesta ini. karena pada prinsipnya manusia merupakan pusat dari realitas, yaitu sebagai vaber mundi (pekerja atau pencipta dunianya) bukan sebagai viator mundi (peziarah dimuka bumi) yang hanya menancapkan kakinya untuk berasimilasi dengan mahluk yang lain. Mengingat begitu urgennya eksistensi maupun perannya dimuka bumi, lantas siapakah sebenarnya manusia?

KEJADIAN MANUSIA

Berbicara mengenai asal mula terjadinya manusia ini bisa kita telusuri dalam beberapa teori tentang proses terjadinya manusia diantaranya,

1. Teori Evolusi Darwin

Teori ini diajukan oleh Carles Darwin (1809-1882), dalam teorinya, dia menyebutkan bahwa manusia itu terbentuk dari proses evolusi mahluk hidup sebelumnya. Bahkan tak tanggung-tanggung dia mengatakan bahwa manusia adalah keturunan dari spesies kera. Teori ini didukung oleh golongan kaum materialis yang berpandangan bahwa faktor ketidaksengajaan (kebetulan) yang buta menyebabkan alam semesta membentuk diri, dan makhluk hidup muncul secara bertahap, berevolusi dari zat-zat tak-hidup. Dengan kata lain, semua makhluk hidup di dunia ini muncul sebagai akibat berbagai pengaruh alam dan ketidaksengajaan. Tetapi pada perkembangannya teori ini dibantah dan tidak diterima oleh sebagian besar masyarakat ilmiah karena ditemukannya bukti-bukti dan data-data yang membantah teori evolusi ini.

2. Kejadian Manusia Menurut Al- Qur’an.

Banyak ayat-ayat Al- Qur’an yang menyebutkan tentang kronologis terjadinya manusia, diantaranya yaitu “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati dari tanah.” (Qs. Al- Mu’minun:12) dan ayat “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan . Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur” (Qs. Al- A’raf: 189) kedua ayat ini mengidentifikasikan bahwa manusia pertama kali yaitu Adam, yang tercipta dari saripati tanah dan Setelah melakukan proses reproduksi dengan istrinya (Hawa) maka terciptalah keturunannya sebagai awal dari generasi manusia selanjutnya.

kemudian disambung dengan ayat “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan , maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah” (Qs. Al- Hajj: 22)

Ayat ini dengan jelas menyebutkan secara detai bagaimana manusia itu diciptakan dengan proses perkembangannya. Secara tidak langsung ayat ini juga meruntuhkan pandangan Darwin mengenai teori evolusi manusia.

EKSISTENSI MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SUBYEKTIF INDIVIDUAL

Seiirng dengan perkembangan fisiologi manusia, berkembang pula rasionalitas sebagai prosesor super canggih yang dibenamkan didalam mainboad yang berwujud jasmani manusia. Dari rasional inilah ditelurkan ide-ide abstrak yang menjadikan manusia berpacu pada harapan-harapan ilusi. Sehingga Hegel seorang filosuf mendasarkan filsafalnya berdasarkan idealisme manusia. Dia berpendapat …..

Salah satu pengagum pemikiran idealisme hegel adalah Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855). dia mengagumi pemikiran Hegel karena filsafatnya mampu memberikan jawaban yang sangat mendalam dan menyeluruh tentang sejarah umat manusia dalam perspektif yang baru pada waktu itu. Akan tetapi dalam proses perkembangannya kehidupan Kierkegaard yang pahit dan tragis ahirnya membawanya pada kesadaran dirinya mencari jawaban-jawaban persoalan hidup yang lebih kongret dan faktual yang di alami manusia sehari-hari. Seperti kesenangan, kecemasan, penderitaan, harapan, kebahagiaan adalah sebagian kecil persoalan yang tidak dapat terangkan, bahkan dipecahkan dalam kerangka pemikiran Hegel yang terlampau abstrak dan tidak bisa menjangkau persoalan tersebut.

Dari situ Kierkegaard menentang pendekatan idealisme Hegel dalam mengamati sejarah perkembangan ide manusia. Menurutnya, jika idealisme Hegel diterapkan dalam kehidupan, maka kita tidak ubahnya hanya sebagai penonton sebuah pertunjukan teater dunia. Yang hanya bisa mengamati dan memberi komentar atas kejadian-kejadian historis yang terjadi dipentas teater itu. Padahal seluruh manusia termasuk Hegel sendiri adalah aktor yang langsung maupun tidak langsung mengambil peranan penting di setiap alur cerita yang dimainkannya dalam pertunjukan itu. Dalam artian bahwa setiap individu pada asasnya harus mempunyai keterlibatan dan komitmen tertentu pada setiap peristiwa yang dilihat atau dialaminya, sehingga manusia tidak hanya sebagai pengamat objektif melainkan pemeran aktif.

Objektivitas ini condong menjadikan manusia terjerumus dalam manusia massa yang memangkas segala kekreatifitasannya sebagai manusia yang bebas menentukan arah tujuan hidupnya. Eksistensi manusia pada dasarnya adalah individual, personal dan subjektif. Dengan demikian, maka manusia tidak dapat dijelaskan dalam kerangka abstraksi ide, teori-teori umum. Ataupun objektifitas pendekatan ilmiyah. Ideal dan objektif dari idealisme dan ilmu hanya cocok menjelaskan esensi dan gejala dasariyah gejala-gejala infra human (realitas diluar manusia) atau sesuatu yang bersifat fisik tetapi tidak bisa diberlakukan begitu saja pada eksistensi manusia. Menurut Kierkegaard eksistensi manusia itu melalui tiga tahap;

1. Tahap estetis

Pada tahap ini orientasi hidup manusia sepenuhnya diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Pada tahap ini manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual (libido), prinsip-prinsip kesenangan yang hedonistic dan biasanya bertindak menurut suasana hati.

2. Tahap etis

Pada tahap ini manusia sudah mulai memperhatikan nilai-nilai etis dan mulai menerima kebijakan-kebijakan moral dan memilih untuk mengikatkan diri kepadanya.

3. Tahap religius

Pada tahapan ini keotentikan hidup manusia sebagai subjek atau “aku” baru akan tercapai kalau individu itu dengan mata tertutup lompat dan meleburkan diri dalam realitas Tuhan. Hidup dalam Tuhan adalah hidup dalam subjektifitas transenden tanpa rasionalisasi dan tanpa ikatan pada sesuatu yang bersifat duniawi atau mundane

MAHLUK POTENSIAL

Murtadha Muthahari seorang ulama sekaligus filosuf dari Iran, menyebutkan bahwa semua mahluk selain manusia adalah mahluk de facto yaitu mahluk yang pasrah menerima apa adanya. Eksistensi mereka ditentukan oleh lingkungan eksternalnya. Lingkunganlah yang membentuk jati diri mereka. Apa peran mereka, bagaimana cara hidup dan untuk apa ia lahir didunia.

Cara berada mereka statis, mekanis (kuantitatif), determenistik (pasrah), dan tanpa kreatifitas sama sekali. Heidegger (filosuf Jerman) menyebutkan bahwa mahluk ini sebagai adaan (entitas, obyek, maujud) disebut adaan karena keberadaan mereka hadir begitu saja tanpa pernah mempertanyakan makna keberadaan mereka. Tidak ada lagi potensi-potensi yang perlu direalisasikan atau diwujudkan. Segalanya sudah pasti (deterministik) dan sudah selesai, tidak ada yang perlu diaktualisasikan atau disempurnakan.

Lain halnya dengan manusia, manusia adalah mahluk potensial yang berbeda dengan mahluk adaan-adaan tersebut. Manusia mempunyai kemungkinan-kemungkinan dan potensi-potensi yang masih tersembunyi didalam eksistensinya. kemungkinan-kemungkinan yang mampu diwujudkan manusia itu tidak terbatas dan tak terkirakan. Batasan-batasan itu ditentukan oleh diri kita masing-masing bukan oleh lingkungan eksternal. Misalnya saja keenggaan kita untuk berfikir serius, malas menambah pengetahuan, sudah merasa puas dengan apa yang telah kita capai dan sebagainya adalah sebagian dari hal yang menyebabkan pembatasan kita pada potensi kita sendiri. Demikian juga dengan potensi kearifan intelek, kepekaan hati nurani, dan kekuatan kehendak kita tak ada batasnya.

Menurut Muthahari, manusia bukanlah mahluk yang ditakdirkan sebelumnya (predestined) melainkan mahluk yang menentukan dan mentakdirkan apa yang dikehendaki dirinya sendiri. Manusia bebas menentukan untuk “menjadi apa” dan “menjadi bagaimana”. Manusia adalah mahluk yang serba dimensi, manusia merupakan arsitek dan perekayasa kepribadiaannya sendiri untuk menjadi apa yang dia inginkan. Menurut Heidegger manusia adalah satu-satunya sang ada yang mampu mempertanyakan makna keberadaannya, untuk apa mereka hidup, dan apa makna dibalik kehidupan ini?. Menurut Jalaludin Rumi, manusia adalah makrokosmos dimana dalan diri manusia tersimpul rahasia alam semesta.

Cara pandang-dunia (word view), cara hidup (way of life) dan cara berada (modus eksistensi) kita yang mencetak kita menjadi manusia yang kita inginkan. Manusia adalah mahluk yang belum selesai, kertika kita terlempar kedunia ini, kita tidak lain hanyalah rangkaian dari organ tubuh yang lebih kompleks dari pada hewan yang lain. Akan tetapi hakikat eksistensi manusia tidak terletak pada aspek biologis ini. Karena biologis hanya merupakan simbol dari nilai-nilai eksistensi yang tersembunyi. Terlebih lagi Muthahari menyebutnya sebagai latar belakang dari manusia sejati. Jadi ketika kita merayakan kelahiran bayi mestinya yang kita rayakan bukanlah aspek biologis bayi yang terdiri dari rangkaian organnya melainkan potensi-potensinya yang ia kandung kedalam eksistensinya.

Karena bagaimanapun juga, nasib kita itu bergantung pada potensi-potensi yang kita usahakan sendiri dengan melalui proses perjuangan yang terlalu berat “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Qs. Ar- Ra`d : 11)

HAKIKAT MANUSIA

Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk-mahluk lainnya. Karena dia dibekali dengan akal yang mampu menembus batas-batas tabir yang menghijab pengetahuan tentang eksistensinya. Dengan akalnya pula dia dibebani predikat sebagai kholifah yang bertugas mengatur kesejahteraan dunia. Walaupun tak jarang, karena nafsunya justru manusialah yang membuat kerusakan (Qs. Al Baqarah : 30)

Untuk mengukuhkan tugasnya manusia diajarkan oleh Allah berbagai ilmu (Qs. Al Baqarah : 31) yang merupakan sarana bagi manusia untuk merengkuh kebijaksanaan, kesempurnaan diri dan kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Yang kemudian oleh Plato dengan teori pengetahuannya menyebutkan bahwa “pengetahuan adalah fungsi mengingat kembali informasi-informasi yang lebih dahulu diperoleh di alam ide”. Karena ketika jiwa yang berhubungan dengan alam ide itu turun dari alam imaterialnya untuk disatukan dengan badan maka hilanglah pengetahuan yang dulu diperoleh di alam ide.

Pengetahuan manusia yang motori oleh akal ini masih memungkinkan manusia terjerumus kedalam lembah kesesatan karena dorongan dari nafsu yang mendominasi jiwanya, oleh karena itu Tuhan mengutus utusan (Rosul) yang membawa risalah ketuhanan berupa hukum-hukum dan aturan tertentu yang termaktub didalam kitab suci sebagai pedoman hidup dalam upaya katarsis menuju kesempurnaan hidup.

Hakekat diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi kapada Tuhannya (Qs. Ad- Dhariyat : 56) yang merupakan implementasi dari ikrar perjanjian primordial yang telah disepakati antara Khaliq dan Mahluq (Qs. Al- A’raf :172). adapun realitas materi yang selalu kita puja-puja dan kita banggakan tak lain hanyalah sebagai pernik-pernik perhiasan hidup sebagai cover pemanis kehidupan.

Hakikat eksistensi manusia adalah jiwa (ruh)nya (Qs. As- shâd : 72) yang berasal dari ruh Tuhan yang bersifat kekal dan takkan pernah mati. Badan hanyalah sebagai pembungkus yang pada ahirnya menjadi bangkai sebagai santapan oleh bakteri pengurai. Dalam pepatah jawa sering didengungkan bahwa “urip ning dunyo iku laksono mampir ngombe”. Falsafah ini mengandung pengertian bahwa realitas kehidupan didunia hanyalah sementara sedangkan kehidupan di akhirat adalah selama-lamanya.

Akhir kehidupan manusia, apakah dia termasuk orang–orang beruntung ataukah termasuk golongan orang-orang yang merugi ditentukan oleh usaha dan katarsisnya sewaktu hidup di dunia. Kehidupan di dunia tak ubahnya seperti orang yang sedang melakukan ujian seleksi, adapun lulus tidaknya, bagus atau jelek nilainya ditentukan oleh kadar usaha masing-masing personal untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Bagi yang lulus dan nilainya bagus maka peluang untuk mendapatkan surga kenikmatan terbentang luas.

KESIMPULAN

Manusia dengan berbekal akal rasionalitasnya mempunyai potensi ataupun peluang untuk menjadi apa yang diinginkan. Karena manusia adalah mahluk potensial yang tak terbatas. Keberhasilan manusia ditentukan oleh sejauh mana usahanya memupuk dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Sehingga kesempurnaan hidup bisa dicapai, tanpa harus mengabaikan hakikat eksistensinya sebagi pengabdi Tuhan. Yang akan dimintai pertanggung jawaban atas amanah yang diberikan kepadanya sebagai kholifah sejati dimuka bumi ini. Karena realitas kehidupan tidak mandek pada materialis duniawi yang hakikatnya niscaya, terlebih lagi kita harus berupaya menyongsong kehidupan masa depan kita sebagai insan kamil yang merengkuh kebahagian di dunia maupun di akhirat……

REFERENSI

www.wikipediaindonesia.com

zainal Abidin, Filsafat Manusia. Remaja Rosdakarya

Husein Heriyanto. Makalah Kaji Filsafat "Manusia Menjadi". Transkrip dari program siaran Kaji Filsafat di Radio KIS 107,2 FM


print this page Print this page

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

 
 
 

Followers