Apresiasi Seni Di Zaman Dinasti Fatimiyah

Selasa, 15 Juni 2010


Pendahuluan

Di antara dari kejayaan umat Islam pada masa mereka memimpin perkembangan dunia yakni dalam bidang kesenian. Terutama setelah Islam yang dianut oleh bangsa arab pada membaur kepada bangsa persia. Akan tetapi kesenian Islam telah mencapai puncaknya pada masa dinasti Fatimiyah. Yakni sebuah kerajaan hasil pecahan dari Bani Abbas yang menguasai wilayah Mesir dan sekitarnya yang dipelopori oleh Abu Muhammad ‘Ubaidillah Al-Mahdi (297-332 H/909-934 M).

Kerajaan yang beraliran madzhab syiah isma’iliyah ini mampu membuktikan kepada dunia akan perkembangan keseniannya yang bergerak pesat sekali. Para khalifahnya terinspirasi dari khalifah Bani Abbas Al-Ma’mun yang semasa jabantannya ia berkiprah untuk memajukan pendidikan dan kesenian. Banyak sekali karya seni dari dinasti ini yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Mulai dari seni bangunan, seni keramik dan perabot, seni landscaping dan syair-syair indah yang dipanjatkan untuk Nabi besar Muhammad saww.

Seni Bangunan

Mengenai tentang seni bangunan, khususnya pada kota Kairo, para khalifah dinasti Fatimiyah telah mengeluarkan anggaran besar yang dilakukan hanya untuk meningkatkan infrastruktur kota Kairo. Mereka banyak mendatangkan ahli-ahli bangunan dari bangsa lain untuk turut serta mendirikan kota Kairo. Bahan bangunannya didatangkan dari berbagai wilayah, seperti Yunani, Damaskus, Romawi dan lain-lain. Sehingga jerih apayah dari para khalifah dinasti ini tidaklah sia-sia, Kairo menjadi kota indah yang dibangun menurut cara cipta Islam.[1]

Salah satu contoh peninggalan bangunan yang dibuat oleh dinasti Fatimiyah adalah Masjid Al-Azhar, yang kemudian seiring dengan perkembangan zaman, masjid ini berubah menjadi universitas, yaitu universitas tertua di dunia yang bernama Universitas Al-Azhar. Masjid Al-Azhar didirikan pada tahun 359 H/970 M. Pembangunan dari masjid ini diawasi langsung oleh gubernur Kairo yang bernama Jauhar Al-Rumî. Masjid ini dinilai lebih indah daripada masjid-masjid sebelumnya yang ada di Kairo, seperti contoh masjid Amr ibn Ash. Akan tetapi tahap pengindahannya dicapai secara berangsur-angsur dan dalam waktu yang lama.[2]

Mengenai tentang transformasi masjid ini menjadi universitas yakni pada tahun 988 M. Yakni pada masa pemerintahan khalifah Al-Aziz.

Seni Perabot dan Keramik

Kerajaan Fatimiyah mencapai puncak kekayaannya pada masa Khalifah Al-Mustansir. Pada zaman Al-Mustansir, negaranya menjadi makmur dan kaya raya. Peralatan istana dihiasi dengan emas, perak, zamrud, ya’kut, marjan, lu’lu atau mutiara dan batu delima. Ada delapan belas ribu buah piala yang berbalut emas. Empat ratus pasang sepatu dan sandal yang dibalut emas dan permata. Macam-macam arca yang terbuat dari emas, seperti arca burung merak dan rusa.[3]

Selain itu, dinasti Fatimiyah juga dikenal sebagai produsen keramik. Detailnya bernama keramik Lusterware, yakni keramik dengan lapisan metalik yang memberi efek warna. Pada masa itu, keramik atau porselin jenis itu diproduksi di Mesir. Keramik khas negeri Piramida itu dilukis dengan gambar burung, hewan-hewan serta manusia. Selain itu, lusterware pun dikembangkan dan diproduksi di Persia dan Afghanistan.

Seni Landscaping

Selain terhadap dua hal di atas, para khalifah dinasti Fatimiyah ini juga tertarik pada seni landscaping. Mereka menghiasi taman istananya menjadi sebuah taman yang amat permai dan menakjubkan. Pohon-pohon dan bunga-bungaan dalam taman tersebut dibikin dari perak, buah-buahan dari emas dan permata, pasirnya ditaburi dengan perak dan setiap hari disirami dengan wewangian.[4]

Begitu apresiasinya mereka dengan seni landscaping ini, seakan-akan mereka ini hendak menciptakan keindahan dari surga di dalam lingkungan istananya yang mereka miliki.

Syair yang dituangkan dalam bentuk Maulid

Kita mengetahui bahwa bacaan maulid adalah campuran seni syair dan ayat-ayat Al-Qur’ân, yang diringkas menjadi satu bacaan yang diperuntukkan untuk memanjatkan kemuliaan dan keutamaan rasulullah Muhammad saww sebagai pemimpin umat. Dalam kronologi sejarah Islam, perayaan Maulid Nabi untuk pertama kali diselenggarakan oleh penguasa Dinasti Fatimiyah di Mesir, yaitu pada masa pemerintahan Abu Tamim yang bergelar Al-Mu’izz li al-Din Allah (yang membuat agama Allah jaya) (953 – 975 M).

Perayaan Maulid Nabi dan perayaan hari besar lainnya dilakukan dengan maksud agar menjadi penguasa popular di kalangan Syi’ah. Dalam acara perayaan Maulid Nabi itu, penguasa Fatimiyah menggunakan kesempatan tersebut untuk memberi hadiah kepada orang tertentu, seperti penjaga masjid, perawat makam ahlul al-bait, dan para pejabat. Tentu juga selain untuk tujuan popularitas, peringatan Maulid Nabi juga dimaksudkan sebagai penegasan untuk mengesahkan ‘hak’ keluarga Fatimiyah sebagai keturunan dari keluarga Nabi/ahlulbait untukmengambil wewenang sebagai “pewaris kekuasaan politik” Nabi Muhammad SAW.[5]



[1] C. Israr, Sejarah Kesenian Islam. Hal: 156

[2] C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, Hal: 160

[3] Ibid, Hal: 154

[4] Ibid, Hal: 154

print this page Print this page

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar

 
 
 

Followers