Pendahuluan
Tidak dipertanyakan lagi, bahwa para sahabat, telah mengiringi perjalanan sejarah Islam bersama dengan Muhammad Rasulullah saww yang menjadi panutan dalam Islam sepanjang masa. Sahabat yang mempunyai pengertian secara umum yakni orang yang hidup pada zaman Rasulullah saww, dan berjumpa dengan beliau serta mati dalam keadaan Islam, telah mengisi panggung sejarah berbagai macam komentar yang terlontar oleh beberapa kelompok, khususnya dalam disiplin Ilmu Kalam.
Sebagian dari kelompok tersebut ada yang memberikan komentar bahwa mereka-lah yang paling berjasa pasca sepeninggal Rasul sebagai pelestari ajaran Islam, Kulluhum ‘udûl, mereka semua juga berakhlak mulia dan berpengetahuan luas. Sehingga perkataan, perbuatan dan ketetapan mereka dijadikan rujukan (atsar) bagi kelompok tersebut, kelompok tersebut yakni Asy‘ariyah (Ahlussunnah)
.
Sebagaian kelompok lain juga ada yang berpendapat lain, kelompok tersebut berusaha menempatkan posisi sahabat kepada posisi yang selayaknya mereka tempati, mereka menganggap bahwa para sahabat hanyalah manusia biasa yang mengisi kehidupan Rasulullah saww, yang bisa berbuat dosa, yang bisa durhaka terhadap Rasulullah, dan juga bisa salah dalam perbuatannya. Mereka lebih berpegang pada perkataan, perbuatan dan ketetapan keluarga Rasul, yang menurut mereka, keluarga Rasul mendapat tempat terbaik dalam pandangan sejarah maupun Al-Qur’ân. Kelompok tersebut adalah Syiah.
Atas adanya redaksi yang kontradiksi ini tentang sahabat, maka sudah selayaknya merupakan jalan terbaik bagi kita semuanya untuk menilainya secara obyektif, yakni menukil pendapat mengenai sahabat dalam Al-Qur’ân Al-Karîm. Karena dengan menggunakan Al-Qur’ân kita dapat mencari kebenarannya. Al-Qur’ân bukanlah buku dongeng yang di dalamnya terdapat cerita-cerita umat terdahulu, Al-Qur’ân juga bukan buku pengetahuan yang di dalamnya terdapat berbagai macam ilmu, Al-Qur’ân juga bukan buku sejarah yang di dalamnya terdapat sejarah kehidupan Rasul. Al-Qur’ân hanyalah kitab petunjuk kebenaran bagi umat manusia.
Sahabat Nabi Secara Terminologi
Dalam Al-Qur’ân, kata sahabat tertulis dalam beberapa ayat, semisal kata صاحبه /temannya dalam surat Al-taubah ayat 40:
إِلاَّتَنصُرُوهُفَقَدْنَصَرَهُاللّهُ إِذْأَخْرَجَهُالَّذِينَكَفَرُواْثَانِيَاثْنَيْنِإِذْ هُمَافِيالْغَارِ إِذْيَقُولُلِصَاحِبِهِ لاَتَحْزَنْإِنَّاللّهَمَعَنَافَأَنزَلَاللّهُسَكِينَتَهُعَلَيْهِوَأَيَّدَهُبِجُنُودٍ لَّمْتَرَوْهَاوَجَعَلَكَلِمَةَالَّذِينَكَفَرُواْالسُّفْلَىوَكَلِمَةُاللّهِ هِيَالْعُلْيَاوَاللّهُعَزِيزٌ حَكِيمٌ
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini diyakini turun ketika Rasululllah saww bersembunyi bersama sahabatnya Abu Bakar di dalam gua saat kaum kafir Quraisy mengejar mereka, yang pada waktu itu mereka hendak hijrah ke madinah. Abu Bakar merasa cemas atau takut atas pengejaran yang dilakukan kaum kafir Quraisy, sehingga Rasul berkata kepadanya لاَتَحْزَنْإِنَّاللّهَمَعَنَا/"Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita."
Selain itu juga ada pada surat Al-Takwîr ayat 22 dan Al-Najm ayat 2:
Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila.
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
Kedua ayat tersebut menjelaskan bagaiman sikap penduduk Mekkah melihat tindakan Rasul saww yang mendakwahkan Islam kepada khalayak ramai. Ada yang mengecam beliau sebagai seorang yang keliru dan ada juga yang menganggap beliau adalah seseorang yang gila, yang mengatasnamakan sebagai utusan Tuhan.
Akan tetapi secara umum dari ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kata “sahabat” adalah “yang menemani”. Dalam artian mereka adalah orang-orang yang ada/sezaman/eksis atau hidup pada zaman Rasulullah hidup, dan mereka berinteraksi dengan beliau.
Maka dari itu, melihat konteks dari ayat-ayat yang memberikan makna terminologi di atas, sebenarnya gelar sahabat yang dimiliki oleh sebagian besar penduduk Mekkah tersebut bukanlah sebuah gelar yang agung atau terhormat seperti bahasa umum yang kita pahami sehari-hari, yakni apabila kita memiliki teman terdekat maka dapat kita namakan sebagai sahabat, berkat jasa-jasanya kepada kita, orang tersebut kita anggap sebagai sahabat. Maka Al-Qur’ân memaknai kata shahabah tidak seperti itu, melainkan hanyalah sebuah istilah saja yang mengidentifikasikan kepada orang-orang yang hidup sezaman dengan Rasulullah saww. Baik yang menolak Islam secara terang-terangan layaknya Abu Lahâb dan lainnya, maupun yang menerima Islam secara ikhlas seperti Imam ‘Ali ibn Abî Thâlib, semuanya adalah sahabat.
Sahabat Di Mata Al-Qur’ân
Mereka yang pertama kali memeluk Islam
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.[1]
Sejarah mencatat bahwa para sahabat-lah yang pertama kali memeluk agama Islam dan mengimani ajaran Islam dengan baik. Oleh karena atas dasar itulah Allah memberikan ridho kepadanya sebagai golongan pertama (yang memeluk ajaran Islam). Akan tetapi, siapakah mereka? Siapakah orang yang dimaksud sebagai Al-Sâbiqûn Al-Awwalûn itu? Perlu diketahui bahwa sejarah maupun Al-Qur’ân mencatat terdapat dua tahap penyebaran agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah saww. Pertama tahap secara sembunyi-sembunyi, yang mana hanya keluarganya-lah yang diberikan pengetahuan tentang Islam.
Tahap kedua yakni tahap secara terang-terangan, yakni Islam disebarkan secara gamblang kepada khalayak ramai. Melewati penjelasan dari sejarah, maka kita dapat mengetahui, apakah Rasul mendapatkan pengikut pertama yang bergelar Al-Sâbiqûn Al-Awwalûn tersebut dari periode pertama yang sasarannya adalah keluarga atau kerabat beliau sendiri, ataukah periode kedua yang sasarannya adalah para sahabat? Wallah A’lam Bi Al-Shawâb.
Mereka Memberikan Bai’at Pertama
Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).[2]
pada bulan Dzulqa’dah tahun keenam Hijriyyah nabi Muhammad saww. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang Telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang Karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin. Kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman Telah dibunuh. Karena itu nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. Merekapun mengadakan janji setia kepada nabi dan mereka akan memerangi kaum Quraisy bersama nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia Ini Telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini. Karena itu disebut Bai'ah Al-Ridwan. Bai'ah Al-Ridwan Ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. perjanjian Ini terkenal dengan Shuluh Hudaibiyah.
Mereka yang Kuat Sekaligus Lemah Ketaatannya
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.[3]
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.[4]
Kalau pada ayat pertama para sahabat benar-benar mendapat pujian atas dasar ketaatan mereka, sehingga Allah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar kepada mereka. Maka pada ayat kedua, Allah benar-benar memberikan kecaman yang besar kepada para sahabat.
Bila kita lihat lagi, kedua ayat tersebut memiliki bentuk yang kontradiksi, ayat pertama memuji kredibilitas para sahabat, dan ayat kedua mengecam kredibilitas sahabat. Maka dapat kita simpulkan bahwa ada sebagian diantara mereka yang memang telah mendapatkan keridhoan dari Allah, dan ada juga sebagian dari mereka diragukan ketaatannya oleh Allah. Sehingga mereka mendapat kecaman keras oleh Allah. Karena tidak mungkin merka yang mendapatkan pujian tersebut juga sekaligus diragukan dan diancam. Maka dari itu dapat kita simpulkan bahwa beberapa diantara mereka ada yang ridho kepada perintah-perintah Allah, dan Allah-pun meridhoi mereka, dan sebagian dari mereka juga ada yang goyah keimanannya, sehingga atas dasar inilah Allah mengecam mereka.
Mereka adalah Orang-Orang yang Munafik
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.[5]
Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. nanti mereka akan kami siksa dua kali Kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.[6]
Dalam ayat-ayat di atas ini digambarkan bahwa diantara dari mereka (para sahabat) ada yang telah bertindak munafik. Mereka berusaha meyakinkan Muhammad saww bahwa mereka telah bersaksi dan percaya bahwa beliau adalah Rasulullah saww. Sedang pada kenyataannya, hati mereka tidak berkeyakinan seperti itu. Mereka telah berdusta kepada diri mereka sendiri dengan mengingkari apa yang telah mereka ucapkan.
Mereka Adalah Para Muslimun Bukan Mu’minun
Orang-orang Arab itu berkata: "Kami Telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."[7]
Dari ayat ini sudah terlihat, bahwa mereka berusaha mengucapkan keimanannya. Akan tetapi Allah yang merupakan Tuhan Maha Mengetahui seketika itu langsung menimpalinya bahwa mereka hanya tunduk, karena iman belum masuk ke dalam hati mereka. Sehingga mereka digolongkan kepada orang-orang yang hanya memeluk Islam tanpa adanya perenungan yang mendalam tentang keimanan terhadap Tuhan-nya, Rasul-nya, serta Kitab-nya, dan bukan tidak menutup kemungkinan bahwa mereka memeluk Islam tersebut mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi.
Mereka yang Lari dalam Peperangan
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).[8]
Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka jahannam. dan amat buruklah tempat kembalinya.[9]
(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, Karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari pada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.[10]
Inilah merupakan kesalahan para sahabat yang Al-Qur’ân dan sejarah mencatatnya sebagai kesalahan yang paling fatal. Mengapa bisa dianggap fatal? Hal ini dikarenakan karena tindakan lalai mereka itu, maka Rasulullah saww terluka dan umat Islam yang menetap bersama Rasulullah hampir mengalami kekalahan.
Sejarah juga mencatat dalam peristiwa ini mereka yang bersangkutan mengabaikan perintah Rasul, sehingga menjadikan kaum muslimin hampir kalah, konon hanya segelintir di antara mereka saja yang tetap setia melindungi Rasul. Seperti contoh Imam ‘Ali as, yang dikisahkan punggungnya seperti landak dikarenakan penuh dengan busur panah yang menancap, dan juga sahabat lain yang tetap setia yakni Abu Dujana. Sedangkan sisanya ada yang lari tunggang langgang dikarenakan takut mati, padahal Rasul telah memanggil mereka agar supaya kembali ke dalam barisan, ada juga yang memohon ampun kepada Abu Sufyan agar tidak dibunuh, dikarenakan tersiar isu bahwa Muhammad telah terbunuh.
Mereka yang Mengabaikan Rasul
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (yakni Rasulullah yang sedang berdiri berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.[11]
Ayat ini menjelaskan bahwa adanya dari beberapa rombongan jamaah shalat jumat yang mengabaikan Rasulullah yang pada waktu beliau sedang memberikan khotbah kepada mereka. Di karenakan beberapa di antara mereka tertarik terhadap sebuah ajang hiburan dan ajang penjualan barang-barang, yang sangat disayangkan jika ajang tersebut dilewatkan, mengingat apa yang ada di sana begitu dibutuhkan oleh mereka. Sehingga mereka berbondong-bondong menghampirinya dan meninggalkan Rasul saww yang sedang berdiri untuk berkhotbah.
Prof. DR. Quraish Shihab dalam Tafsir Mishbah-nya menjelaskan bahwa ayat ini membicarakan sikap sahabat Nabi saww ketika hadirnya kafilah dari Syam yang dibawa oleh Dihyat ibn Khalifah yang membawa bahan-bahan makanan yang sangat dibutuhkan, akan tetapi bahan-bahan makanan tersebut mengalami kenaikan harga di Madinah. Sedangkan bahan-bahan makanan yang dijual oleh kafilah tersebut terbilang lebih murah dari pada harga Madinah. Maka sebagian jamaah masjid berpencar dan berlarian menuju pasar untuk membeli karena takut kehabisan.[12] Maka dari itu dapat kita nilai bahwa mereka yang pergi meninggalkan barisan shaf adalah mereka yang mengabaikan Rasul saww dan lebih mementingkan hal yang bersifat duniawi.
Kesimpulan
Dari beberapa ayat yang menerangkan tentang tindak-tanduk para sahabat Rasulullah saww, ada beberapa ayat yang memuji kredibilitas mereka dan ada juga yang memberikan kecaman, sindiran dan teguran atas mereka. Maka secara tidak langsung dapat kitra pahami bahwa Al-Qur’ân menolak doktrin adalah al-Shahabah/keadilan sahabat yang menisbatkan mereka semua adil atau tidak pernah melakukan dosa besar. Oleh karena itu penulis secara pribadi menilai bahwa tidak semua dari para sahabat adalah orang-orang yang ditangguhkan keimanan, kesetiaan dan keikhlasan mereka terhadap Islam, karena tidak mungkin jika mereka benar, mereka mendapat kecaman, sindiran dan teguran oleh Al-Qur’ân. Hanya beberapa diantara mereka sajalah yang tetap hatinya untuk Islam. Sehingga mereka tidak diragukan lagi atas kredibilitasnya oleh Al-Qur’ân. Ala kulli hâl, semoga pemaparan ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca, dengan sikap obyektif dan progresif tanpa menitikberatkan sebuah sikap fanatis golongan. Wallah A’lam Bi Al-Shawâb.
Reference
Al-Qur'ân Al-Karîm
Tafsir Mishbah. Vol 14.
[1] QS. Al-Taubah: 100
[2] QS. Al-Fath: 18
[3] QS. Al-Fath: 29
[4] QS. Ali Imran: 144
[5] QS. Al-Munafiqun: 1
[6] QS. At-Taubah: 101
[7] QS. Al-Hujurat: 14
[8] QS. Al-Anfal: 15
[9] QS. Al-Anfal: 16
[10] QS. Ali Imran: 153
[11] QS. Al-Jumu’ah: 11
[12] Prof. Dr. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbâh, Vol 14, Hal: 234
1 komentar:
Saya mau komentar apa... !! semuanya dah komplit... Namun demikian klo di kampung saya ... dikenal oleh masyarakat...bahwa Sahabat Nabi Muhammad SAW ; ada 4 yang paling dikenal dan mereka menjadi khalifah : Umar; Usman Ali dan Abubakar...!!
Posting Komentar