Pendahuluan
Semua agama baik yang samawî maupun ardhî, pada dasarnya hanyalah mengajarkan kebaikan dan menentang keburukan serta kedurjanaan. Oleh karena itu semua agama memiliki perisai-perisai yang digunakan untuk menangkis keburukan tersebut. Dalam Islam misalnya, terdapat Al-Qur’ân dan Hadîts yang merupakan salah satu hujjah Allah untuk manusia guna menangkis segala godaan setan yang bertujuan untuk menyesatkan manusia. Pun juga seorang nabi juga dihadirkan untuk memerangi godaan setan.
Seperti yang telah dijanjikan oleh Allah kepada setan, bahwa ia diberikan umur panjang sampai pada hari kiamat nanti, sedangkan para nabi sebagai penjelas dari kitab-kitab Allah,yang merupakan manusia biasa, yang terbatas pada masa atau umur sewaktu-waktu dapat menginggal begitu saja. Padahal,”setiap kaum harus memiliki pembimbing-nya.
Maka atas dasar itulah nalar kita mengharuskan adanya seorang penyelamat agama Allah yakni Imam Mahdi, yang akan memberikan bai’atnya dimulai dari Makkah kemudian Madinah, kepada orang-orang yang mau ikut serta dengannya untuk memerangi kedurjanaan yang dikepalai oleh Dajjal.
Sesosok penyelamat seperti Imam Mahdi ini tidak hanya diyakini dalam Islam saja. Konon agama-agama lain juga meyakininya, contohnya seperti Kalki dalam agama Hindu dan Syaosyan dalam agama Zoroaster.
Dalam literatur Islam tentang Imam Mahdi, terdapat dua keyakinan besar yang berbeda redaksi. Yakni Imam Mahdi versi Syiah dan Imam Mahdi versi Ahlussunnah yang akan dijelaskan di bawah ini.
Konsep Imam Mahdi dalam Syiah
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa pada dasarnya semua sekte dan semua agama meyakini bahwa akan adanya sesosok juru selamat, atau yang sering dikenal dengan Al-Mahdi/Sang Pemberi Petunjuk. Akan tetapi keterangan tentang doktrin tersebut lebih banyak ada pada kajian Islam, khususnya pada Madzhab Syiah. Bahasan tentang Al-Mahdi dalam syiah merupakan hal yang substansial, dikarenakan Al-Mahdi tersebut diyakini sebagai Imam, dan ke-Imamah-an merupakan salah satu cabang dari ushuluddin Syiah. Doktrin tentang Al-Mahdi dalam Syiah adalah sebagai berikut:
Quraisy, yakni Imam Mahdi dalam Syiah diyakini adalah seorang Quraisy, dalam artian merupakan keturunan Nabi saw, putra Fathimah as. Dari Ja’far ibn Muhammad as, dari Muhammad ibn ‘Ali, dari ‘Ali ibn Husein as, dari Husein ibn ‘Ali as, dari ‘Ali ibn Abi Thalib as, dari Rasulullah saww. berkata: “Seandainya umur dunia ini hanya tinggal satu hari saja, niscaya Allah akan memanjangkan hari tersebut sampai Dia membangkitkan seorang laki-laki yang saleh dari Ahli Baitku, yang akan memenuhi dunia dengan keadilan, sebagaimana ia (dunia pada masa itu) telah dipenuhi dengan kedhaliman dan kejahatan.”
Syaikh Muhyiddin di dalam kitab Futuhât-nya mengatakan: “Ketahuilah bahwa Al-Mahdi as itu mesti keluar, namun tidak akan keluar kecuali apabila dunia sudah penuh dengan kelaliman, dan dialah yang akan melenyapkan kelaliman itu dan menggantikannya dengan keadilan. Dia berasal dari keturunan Rasulullah saww dari putra Fathimah ra. Kakeknya adalah Husein ibn Àli ibn Abu Thalib dan ayahnya adalah Imam Hasan Al-‘Askari ibn Imam ‘Ali Al-Naqi ibn Imam Muhammad Al-Taqi ibn Imam Al-Ridho ibn Imam Musa Al-Kadzim ibn Ja’far Al-Shadiq ibn Imam Muhammad Baqir ibn Imam ‘Ali Zainul ‘Abidin ibn Husein. Dia dibai’at kaum muslimin di antara rukun dan maqam. Rupanya mirip dengan rupa Rasulullah dan orang yang paling berbahagia dengan adanya Al-Mahdi ini adalah penduduk Kufah. Dia membagi-bagikan harta dengan sama rata. Khidir berjalan di mukanya. Dia hidup selama lima, atau tujuh, atau Sembilan. Dengannya Allah mengembalikan kemuliaan Islam yang telah pudar.”
Detail Identitasnya, kalau pada semua sekte sesosok Imam Mahdi merupakan hal yang masih belum terungkap atau kurang jelas, maka dalam madzhab Syiah Identitasnya terungkap dengan detail. Ia adalah Muhammad ibn Hasan Al-‘Askari, ayah beliau adalah Imam Hasan Al-‘Askari ibn Imam ‘Ali Al-Hadi ibn Imam Muhammad Al-Jawad ibn Imam ‘Ali Al-Ridho ibn Imam Musa Al-Kadzim ibn Imam Ja’far Al-Shadiq ibn Imam Muhammad Al-Baqir ibn Imam ‘Ali Al-Sajjad ibn Imam Husein Al-Syahid ibn Fathimah Al-Zahra binti Rasulullah saww. selain itu Imam Mahdi juga diyakini sudah lahir pada Malam Jum’at 15 Sya’ban 255 H, dengan ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa umur beliau sampai saat ini adalah 1175 Tahun.
Ghaibah/Keghaiban, sudah sewajarnya apabila penguasa banyak memberikan ancaman dan teror kepada para pengemban risalah Ketuhanan, dan itu terbukti dalam kronologi panggung sejarah kenabian mulai dari Ibrahim as sampai dengan Muhammad saww semuanya selalu berhadapan dengan para penguasa yang dhalim, dalam menghadapi ancaman tersebut sudahlah pasti dibekali penjagaan, dan tidak terkecuali Imam Mahdi. Pun juga sebagai Sang Juru Selamat, maka sudah selayaknya Allah memberikan bekal penjagaan guna menghindari apapun yang dapat menghambat misi dakwah Islam sampai pada hari kiamat kepada Imam Mahdi. Apalagi Imam Mahdi ini namanya begitu sangat tersohor yang namanya selalu dielu-elukan sebagai Sang pembawa keadilan dikalangan para ulama, para rabi yahudi dan para pendeta ahlul kitab, sehingga hal itu sangat mengancam eksistensi para penguasa Bani Abbas pada masa itu, yakni Muhammad ibn Al-Watsîq Al-Muhtadî. Oleh karena itu para penguasa tersebut dengan ketakutannya akan berita tersebut, layaknya seorang Fir’aun yang takut akan kehadiran Musa as, ia melakukan berbagai macam cara agar Imam Mahdi tersebut tidak dapat menjalankan perannya. Mulai dari memberikan tekanan-tekanan kepada ayahnya Imam Hasan Al-‘Askari dan memenjarakannya sampai beliau mati di dalam penjara, pengejaran dan pembantaian terhadap kaum ‘Alawiyyin dan sebagainya. Kalau seorang Musa as diberikan lindungan oleh Allah dengan dijadikannya beliau sebagai anak angkat dari istri Fir’aun yang bernama Asiyah, maka Imam Mahdi diberikan Allah perlindungan dengan dighaibkannya beliau. Masa keghaiban beliau dibagi menjadi dua:
Ghaibah sughrâ, ghaib kecil ini dimulai sejak kelahiran beliau pada tahun 255 H sampai dengan 74 tahun sampai pada tahun 329 H. Dalam masa ghaib kecil ini, dakwah beliau terhadap umatnya diwakilkan atas empat wakilnya yang terkenal, diantaranya adalah:
‘Utsman ibn Sa’id Al-‘Umari Al-Asadi
Muhammad ibn ‘Utsman ibn Sa’id Al-‘Umari Al-Asadi (putra wakil pertama)
Al-Husain ibn Ruh Al-Naubakhti
‘Ali ibn Muhammad Al-Samiri, yang wafat pada tahun 329 H
Ghaibah Kubrâ, ghaib kubrâ ini terjadi pada masa sepeninggal wakil keempat pada tahun 329 H. dalam ghaib kubrâ ini maka Imam Mahdi tidak memiliki medium yang terkoordinasi dengan baik untuk menyambungkan hubungan antara beliau dengan pengikutnya semisal para wakilnya. Sehingga beliau hanya bisa menyampaikan tugas-tugasnya melalui medium bathin kepada para pengikutnya.
Sebagai Imam, karena Imam Mahdi diyakini merupakan salah satu imam oleh madzhab Syiah, maka segala perkataan, perbuatan dan ketetapannya dijadikan dalil oleh kaum Syiah layaknya seperti para Nabi.
Konsep Imam Mahdi dalam Ahlussunnah
Mengenai tentang konsep Imam Mahdi dalam Ahlussunnah, Imam Mahdi juga diyakini berpredikat sebagai pembimbing manusia yang telah dipersiapkan Allah yang juga berasal dari keturunan Nabi saww. Hanya saja tidak terdapat informasi yang jelas mengenai identitasnya lebih lanjut. Selain itu yang membuat berbeda dengan Syiah tentang pemahaman Imam Mahdi, Ahlussunnah meyakini bahwa Imam Mahdi belum terlahir di muka bumi ini, karena masa kelahirannya nanti diyakini mendekati hari kiamat. Oleh karena itu sebagai seorang muslim yang baik kita harus memberikan bai’at kepadanya dan bergabung dengannya untuk memerangi kejahatan terbesar yang akan terjadi selama umat manusia hidup.
Dalam ruang lingkup Ahlussunnah tentang Imam Mahdi, ada beberapa golongan yang menyatakan bahwa Mahdawiyah itu tidak harus berbentuk sesosok manusia penumpas kejahatan. Akan tetapi sebuah sistem pemerintahan yang baik, yang mampu mengurusi kepentingan umat dengan baik dan yang mampu menjadi wakil Tuhan yang adil, sehingga didamba-dambakan oleh banyak kaum muslimin juga dapat dikatakan sebagai Mahdawiyah atau ke-Imam Mahdi-an. Seperti contoh sistem Khilafah yang dianggap merupakan bentuk pemerintahan yang baik oleh kelompok Hizbu Al-Tahrîr dan Wilâyah Al-Faqîh dalam Syiah di Iran.
REFERENSI
Ali Muhammad Ali. Para Pemuka Ahlul Bait vol. 13-14. Pustaka Hidayah. Jakarta. 1993
Muhammad Ali Shabban. Teladan Suci Keluarga Nabi. Al-Bayan. Bandung. 1998
Fatih Guven. 560 Hadis dari 14 Manusia Suci. Yayasan Al-Baqir. Bangil. 1995
1 komentar:
good article do'..
klo menurut ana pribadi, ada atau pun g ada I. Mahdi tetap kita harus menciptakan keadilan (tujuan yg hendak dicapai I. Mahdi). Dalam artian, kita mengusahakan untuk berkelakuan baik dan bermoral shg tercipta situasi (yg paling tidak) mendekati keadilan. Untuk itu, penantian kita saat ini akan keadilan di masa Imam jgn smpe mmbuat kita pasif terhadap sgla sesuatunya. Intidhor harus dipahami sebagai penantian yang positif-aktif bahkan progressif, dan bukan pasif.
Posting Komentar